Dinda : “Dia
manis hari ini J”
Tia : “Keren
dengan jaket merahny”
Dinda : “Eh,
Tia…apa-apaan sih kamu, aku lebih duluan suka tau sama dia, mundur deh kamu…!”
Tia : “Walaupun kamu
suka duluan sama dia, belum tentu juga dia sukanya sama kamu”
Sinta : “Dira itu
mirip banget sama mantanku, makanya aku suka banget sama dia”
Reni :
“hhahha…si cuek, aku suka”
Itu lah percakapan yang selalu memenuhi dinding grup “Cuekz fansclub”, grup
yang aku buat di facebook untuk fans nya si cuek, sahabatku Dira yang terkenal
cuek sejagad raya. Anehnya, yang jadi anggotanya itu semuanya sekelas sama aku
dan Dira. Aku Cuma bisa geleng-geleng kepala dan tertawa lepas saat membaca
percakapan yang semakin hari semakin ramai itu. Awalnya Cuma si Dinda dan Tia
yang mengaku suka sama Dira, tapi sekarang sudah hampir semua mahasiswi
sekelasku mengaku kalau mereka suka sama Dira.
Dira berkepribadian unik, beda dari yang lain. Dia memang manis tapi cuek,
dia punya postur tubuh yang jangkung dengan kaki yang jenjang, persis seperti
pria idamanku sejak dulu, aku memang suka Dira, tapi tidak pernah berpikir
untuk suka padanya seperti Dinda ataupun Tia yang berharap akan menjadi kekasih
Dira dari dulu. Aku bangga punya sahabat yang jadi shining star di kelasku.
Aku sudah mengenal Dira sejak setahun
yang lalu, mengenalnya sebagai sosok cuek yang misterius. Entah bagaimana cara
dan prosesnya hingga aku bisa bersahabat dengannya, yang aku tau…Dira tidaklah
secuek yang aku bayangkan, dia punya sisi gila sepertiku, dia selalu melakukan
tindakan yang berhasil membuatku tertawa, kami berdua pun jadi selalu bersama,
nama panggilanku untuknya adalah cuek dan dia selalu memanggilku dengan sebutan
bodoh walaupun aku punya nama yang bagus “Mita”, itu karena aku memang terkenal
paling heboh di kelas dengan semua tingkah gilaku tanpa peduli dengan keadaan
sekitar. Dia memang hanya sesekali melemparkan suaranya, aku bahkan tidak bisa
tau kapan dia jengkel, kapan dia marah, dan kapan dia bahagia. Tapi aku bisa
ingat setiap lekukan bibir dan matanya ketika dia tersenyum, manis sekali.. aku
paling suka melihatnya jika menggunakan t-shirt hitam polos dengan padanan
jeans warna biru yang sudah sedikit pudar sambil menyelempang tas samping kecil
yang ditempatkan di dasar punggungnya. Tampak mencerminkan pribadi cueknya,
seperti urakan, tapi membuat teman-temanku jadi semakin mengeluk-elukkannya,
walaupun dia tidak pernah peduli dengan itu.
“Eh cuek, Dinda
tu suka banget sama kamu sejak dia pertama kali ngeliat kamu. Cieeee……” godaku
sambil memasang ekspresi mengejek.
Dira hanya
memasang ekspresi datar, aku lalu mulai mengejeknya lagi untuk memancingnya
mengeluarkan suara..
“Bukan Cuma
Dinda lohhh.., si Tia juga tuh, katanya dia ketemu kamu kemarin di jalan, trus
dia bilang katanya kamu keren banget make jaket merah..hhahha..”
“Ah, asal kamu…!”
seru Dira dengan tetap memasang muka datarnya, yang pastinya aku berhasil membuatnya
benar-benar mengeluarkan suaranya..
Begitulah Dira, cuek dengan segala hal yang dianggapnya tidak penting,
entahlah..tapi sepertinya dia memang tidak pernah tertarik dengan urusan
percintaan. Buktinya..,sejak aku mengenalnya, aku sama sekali tidak pernah
mendengarnya punya pacar.
Aku suka sekali mengganggunya, rasanya bahagia jika melihatnya merasa
terganggu, sangat lucu, membuat usus-ususku seperti menggeliat tak tertahan dan
itu sangat menggelikan.
*****
Hari ini Dira kelihatan berbeda, dia
kelihatan pucat, lingkaran sekitar matanya kelihatan sedikit hitam, dan aku
lalu tersadar dia jadi semakin kurus. Hari ini Dira juga jadi sering batuk
sambil memegang dadanya, mungkin batuk membuat dadanya jadi sakit. Aku ingin
bertanya pada Dira, tapi aku ragu karena takut Dira akan menganggapku
berlebihan, jadi aku hanya diam dan memperhatikan setiap tingkahnya hari itu
sambil berpura-pura tetap dengan kehebohanku seperti hari-hari sebelumnya.
Besok adalah waktunya menyetor tugas
pendahuluan sebelum praktikum, laptopku rusak jadi kuputuskan mengerjakannya di
rumah Nina temanku, tapi karena sudah malam maka kuputuskan untuk meminta Dira
mengantarkanku kesana..
“Halo…” sahut
Dira dengan suara yang loyo sekali..
“Cuek…,antar aku
ke rumahnya Nina donk, udah malem nih..aku gak berani keluar sendirian”
“kepalaku sakit
bodoh…”
Aku lalu terdiam
sejenak, ternyata Dira memang benar-benar sakit..
“yahh…gimana
donk…”
“aku suruh Arman
aja yah..”
“Oke deh…aku
tungguin yah..”
Arman datang, Dira benar-benar meminta Arman mengantarkanku… di sepanjang
jalan hanya ada Dira di kepalaku, aku belum pernah mendengar Dira sakit
sebelumnya, aku jadi takut..
Handphone di saku jaketku bergetar,
aku berusaha meraihnya, itu telefon dari Dira, aku bergegas mengangkatnya..
“Halo..”
“Gimana…, Arman
datang jemput kamu kan bodoh?” tanya Dira masih dengan nada suaranya yang
lemah.
“iya.., ini
sekarang aku sudah di jalan kock”
“baguslah…”
Tit…tit…tit…,
panggilan itu berakhir dengan sangat cepat. Dira memang selalu seperti itu,
bicara seadanya dan seperlunya. Sebelum Arman pergi, aku titip sekotak minuman
rasa jambu dan makanan kecil untuk Dira dengan harapan Dira akan merasa lebih
baik.
Malam itu aku benar-benar gelisah
sampai getar handphoneku mengagetkanku, aku cepat memeriksanya.., sebuah pesan
dari nomor 085398340488. Aku tersentak, aku mengenal nomor itu, itu adalah
nomor handphone Ray, kekasih yang begitu aku sayangi sebelum semuanya dibuat
hancur karena Ray lebih memilih bersama seorang perempuan bernama Evi
dibandingkan aku yang telah dua tahun lebih setia bersamanya. Aku mencoba
membaca pesan itu,
“Hai…apa kabar!”
Aku masih merasa
ragu membalasnya, tapi kucoba sedikit rileks,
“yah…kabar baik J”
“Aku mau ajak
kamu jalan, mau tidak? Mungkin pacarmu akan marah, jadi kamu ajak saja pacar kamu,
nanti aku juga ajak Evi”
Entah apa maksud dari ajakan Ray, tapi dia bilang aku ajak pacarku padahal
sejak putus dengannya, aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk punya pacar
lagi, hatiku seperti dijadikan batu olehnya, tidak bisa jatuh cinta lagi. Tapi
ada rasa gengsi untuk bilang bahwa aku masih sendiri dan membuatnya merasa di
atas angin ketika tau aku masih belum bisa melupakannya. Maka kuputuskan
mengiyakannya..
“hemmm…oke,
nanti kita jalannya besok sore di pantai”
Ajakan itu benar-benar membuatku
gelisah, satu-satunya orang yang bisa menemaniku adalah si cuek Dira tapi dia
sedang sakit. Entah separah apa jatuhnya harga diriku di depan Ray ketika tau
aku masih belum bisa melupakannya. Aku berpikir sejenak, aku lalu sadar mungkin
inilah tujuan Ray mengajakku jalan dan menyuruhku mengajak pacar karena pasti dia
ingin melihat sudah sejauh mana diriku melupakannya.
*****
Hari ini aku berencana memberitahu
Dira tentang ajakan Ray semalam, berharap si Cuek bisa menemaniku agar Ray
tidak menganggapku sepele.
Sekarang sudah pukul sepuluh tepat,
angin sejuk masih agak terasa di sini dibandingkan di rumah kosku, itu karena
kampusku bukanlah berada di tengah kota yang penuh dengan polusi udara dan
kebisingan tapi bertempat jauh di ujung kota Bandung. Aku duduk melantai di
lantai dua gedung perkuliahanku sambil memeriksa pemberitahuan facebook dan
mengurus blog yang sudah seminggu lebih vakum karena aku sibuk dengan laporan
praktikum hingga malas untuk posting tulisan. Aku menunggu Dira datang, mataku
jadi tidak focus ke laptop yang aku pinjam dari temanku melainkan berusaha
mengamati siapa saja yang telah melewatiku dan naik ke lantai tiga tempatku
kuliah.
“Ohok..ohok..”
Aku mendengar suara batuk yang tidak asing lagi di telingaku. Itu pasti Dira.
Aku berusaha menjangkaunya dengan penglihatanku, perlahan-lahan suara sepatu
yang sedikit menghentak tangga menuju lantai dua semakin mendekat. Aku berhasil
mendapatkannya, itu memang benar Dira dengan kemeja berlengan panjang bermotif
kotak-kotak kecil dengan kombinasi warna hitam dan ungu tua. Dia masih tampak
sedikit pucat tapi agak lebih baik dari kemarin.
Aku berdehem sebentar lalu
meneriakinya, Dira hanya melemparkan senyumnya dan semakin mendekatiku lalu
duduk melantai tepat di samping kananku. Selang beberapa menit, aku mencoba
berbicara padanya mengenai ajakan Ray semalam.
“Cuek, tau
tidak, si Ray ajak aku jalan sebentar sore tapi dia maunya aku ajak pacarku dan
dia ajak pacarnya!”
“Dia Cuma mau
pamer karena dia tau kamu belum punya pacar”
“ya makanya itu
sekarang aku mau ajak kamu, aku gak mau dia merasa di atas angin”
“Bodoh…jangan
peduli”
“Ayolah…bantu
aku Dir…, kamu gak mau kan sahabat kamu
dipermalukan”
“Terserah deh, nanti hubungi aku kalau kamu sudah siap!”
“Terserah deh, nanti hubungi aku kalau kamu sudah siap!”
Ternyata meminta Dira menemaniku tidak
sesulit yang aku bayangkan, aku benar-benar senang karena aku yakin Ray tidak
akan anggap aku sepele lagi. Lagi pula Dira lebih tampan dibanding Ray, Dira
lebih jangkung dibanding Ray yang agak berotot dan aku lebih suka laki-laki
yang dengan postur tubuh seperti Dira, mungkin memang aneh karena pada umumnya
wanita lebih mengidam-idamkan laki-laki berotot. Dira juga memiliki senyum yang
lebih manis dan mata yang lebih tajam dibandingkan Ray.
“Habislah kau
Ray, aku akan sangat bangga membawa Dira untuk memperlihatkannya padamu
walaupun sebenarnya Dira hanya seorang pacar bohonganku untuk hari ini.
Beruntung aku punya sahabat setampan Dira.. hhahhahha….” Gumamku dalam hati.
Sore itu aku dijemput Dira tepat pukul
empat sore, Dira mengenakan t-shirt hitam polosnya dan masih dengan jaket merah
yang sering dipakainya. Ada rasa takut, takut sakit lagi melihat kenyataan
bahwa Ray sudah mencintai gadis lain, tapi berpura-pura terlihat kuat adalah
satu-satunya cara yang paling tepat untuk menemui Ray disore itu, lagipula ada
Dira di sampingku maka aku yakin akan baik-baik saja.
Aku tiba di pantai yang dulu pernah
kujejaki bersama Ray, dari kejauhan aku lihat Ray dengan jaket berwarna putih
dan jeans hitam dan di sampingnya ada seorang gadis yang aku yakin itu Evi
dengan t-shirt warna biru muda. Aku berjalan lebih dulu dari Dira, aku merasa
benar-benar kuat, namun semakin lama langkahku semakin pelan, seperti ada beban
berat yang diikat di pergelangan kakiku yang membuatku terseok-seok melangkah.
Tapi tiba-tiba aku merasa ada kehangatan di telapak tanganku, angin yang
tadinya seperti menjabat tanganku karena terasa begitu dingin sekejap
menghilang, Dira menggenggam tanganku, aku tau dia hanya ingin menguatkanku dan
itu berhasil, maka kuputuskan membalas genggaman tangannya dengan lebih kuat
lagi, sekarang aku berjalan berdampingan dengan Dira. Entahlah, rasa takut yang
tadi menggentayangiku terganti dengan rasa yang tidak menentu, aku merasa gugup
berjalan seperti ini dengan Dira untuk pertama kalinya, aku juga merasa Dira
berbeda hari ini, terlihat lebih dewasa dan lebih tenang, aku jadi merasa
terlindungi. Aku tidak tau ini bisa kusebut apa, aku tidak ingin tersesat
karena perasaan yang bisa saja tumbuh menjadi lain terhadap Dira. Tapi kulihat
Dira biasa-biasa saja maka kuputuskan memanfaatkan ini untuk kuperlihatkan
secara nyata di depan Ray.
“Hai Ray….!”
“Hei…kau sudah
datang rupanya, oya, perkenalkan ini Evi, pacarku”
Ku sodorkan
tanganku ke depan gadis yang bernama Evi itu, lengkap dengan senyuman manisku
dan dia menjabat tanganku. Aku lihat gadis itu cukup ramah dan cantik, dia juga
feminine, tentunya berbeda dengan diriku yang terkenal tomboy dan
kekanak-kanakan. Sempat merasa iri, namun aku berhasil membunuh perasaan itu
dengan memperkenalkan Dira pada Ray.
“Ini Dira…”,
entahlah tapi aku benar-benar tidak tau memperkenalkan Dira pada Ray sebagai
apa, tapi Dira langsung ambil tindakan yang membuat ku tersentak..
“Aku Dira, pacar
Mita”
Aku lihat Dira
seperti sangat yakin, tidak ragu-ragu dan tampak sangat bijaksana sedangkan Ray
hanya bisa mengiyakannya dengan tersenyum kecut.
Percakapan kami berempat disore itu
seperti sebuah petaka, rasa benciku pada Ray semakin bertambah lebih banyak
dari sebelumnya, itu karena ia terus memasang muka angkuh seperti sudah paling
menang. Aku tau itu karena Ray terus bercerita tentangnya dan Evi sementara
Dira tidak bisa bicara apa-apa, Dira memang bukan tipe orang yang banyak bicara
dan itulah yang membuatnya jadi unik dan berbeda dari yang lain.
Ray pamit pulang, aku merasa sangat
senang, lepas dari singa buas yang angkuh itu. Aku dan Dira memutuskan tetap
tinggal untuk beberapa menit lagi.
Matahari sebentar lagi akan
tenggelam, langit mulai memerah karena pantulan sinar matahari. Bulatan
matahari yang sangat Nampak di pantai ini benar-benar fenomena alam yang begitu
indah. Aku menikmatinya bersama Dira sambil duduk di atas pasir pantai itu.
“Eh cuek…”
“ya, kenapa?”
“Aku jadi lapar
gara-gara liat matahari tenggelam”
“apa
hubungannya?”
“soalnya mirip
kuning telur favoritku,hhehhehhe….”
“Bodoh....”
Dira menjitak
kepalaku pelan sambil tertawa kecil…
“Eh bodoh, kamu
masih suka ya sama Ray?”
“hah….gak
lah…,malah makin jengkel liat muka songong dia tadi”
“baguslah”
“memangnya
kenapa?”
“ya gak, kalau
kamu masih suka sama dia berarti kamu memang bodoh”
Dira benar, hanya gadis bodoh yang
suka dengan Ray, laki-laki angkuh, pengecut, dan pengkhianat, dan aku beruntung
bisa cepat menyadarinya. Aku benci Ray dan tidak akan peduli lagi padanya untuk
apapun, itulah pelajaran yang kudapatkan hari ini.
Dira beranjak dari sampingku, ia
seperti mencari sesuatu di sekitar tempatku duduk,
“Cuek..lagi cari
apa?”
Dira tidak
menggubrisku, aku memutuskan untuk tidak memperhatikan tingkahnya lagi dan
kembali memusatkan perhatianku pada pergerakan matahari yang sebentar lagi akan
tenggelam.
Tiba-tiba Dira berdiri di hadapanku
dan memegang sebuah patahan ranting pohon kecil.., ia tidak berkata apa-apa
melainkan perlahan menulis di atas pasir yang ada dihadapanku. Aku perhatikan
goresan-goresan kayu itu dengan seksama…
I – L – O – V – E – U – B – O – D – O – H
Tidak
salah….tulisannya memang seperti itu, aku terdiam…jantungku seperti akan
meloncat keluar sebentar lagi karena degubannya serasa sangat kecang. Aku
berdiri, aku lihat tulisan itu lagi dan tidak ada yang berubah, tulisannya
memang seperti itu, suasana pantai untuk saat ini seperti hening. Dira sudah
tidak berada di hadapanku lagi, kayu yang tadi dipakainya itu telah diletakkan
baik-baik di samping tulisan itu, aku lalu mendekati kayu itu, meraihnya dan
berpikir akan melakukan apa..
Aku memutuskan menuliskan sesuatu
seperti Dira…, entah apa maksud Dira dengan tulisannya itu tapi aku seperti
dipaksa menuliskan kejujuran hatiku di atas pasir itu seperti yang Dira tulis,
matahari sebentar lagi akan tenggelam dan langit akan gelap, kata itu harus
kutuliskan sebelum Dira sudah tidak bisa membacanya karena gelap malam, maka
aku tergesa menarik garis-garis di atas pasir hingga membentuk abjad yang
terangkai menjadi kata…
I – L – O – V – E – U – C – U – E – K
Dira kemudian menghampiriku, meraih
ranting yang masih kugenggam dan membuangnya ke tengah-tengah pantai yang
berombak-ombak kecil..
“jadi perasaanmu
lebih dari sahabat kan?” tanya Dira sambil melempar pandangannya yang seperti
tidak bertepi ke tengah-tengah pantai.
“entahlah….tapi
sepertinya iya”
“kita sama, aku
mencintaimu bodoh, tapi sekarang bagaimana”
“kenapa nanya
nya ke aku sih cuek, aku juga bingung tau”
“memangnya kamu
mau jadi pacar aku?”
“ah, nanti aku
jadi mampus lagi kalo teman-teman tau, rambutku bisa dijambak abis, trus si
Dinda sama Tia bisa mutilasi aku kalo aku jadi pacarnya kamu, susah yah cinta
sama orang yang punya banyak fans”
Dira tidak bicara apa-apa lagi, dia
meraih punggungku dan memeluk, aku bisa cium bau parfumnya dengan jelas,
kepalaku sangat pas bersandar di dadanya, detakan jantungnya persis seperti
detakan jantungku saat itu, sangat cepat dan aku tau dia juga gugup sepertiku…
“I love u
bodoh…, aku tidak memintamu untuk jadi pacarku, aku Cuma ingin kamu tau, aku
sangat mencintaimu lebih dari sekedar
sahabat. Aku tau persahabatan lebih baik untuk kita berdua, maka aku hanya
ingin jadi sahabatmu saat ini tapi dengan rasa yang lebih dari itu. Entah
bagaimana caranya, tapi aku berpikir seperti itu lebih baik”
Aku sebenarnya tidak tau harus berkata apa dengan pernyataannya itu, aku
bingung tapi sebenarnya aku tau maksudnya seperti apa.. aku lalu memukul
perutnya dan melepas peluknya…
“dasar cuek,
kamu pasti tidak mau kan fans mu berkurang kalau pacaran sama aku”,
aku memasang
muka kusut dan melanjutkan…
“Tapi aku
mengerti maksudmu, kalau begitu aku tetap sahabatmu, dan kau tetap sahabatku…”
Dira tertawa
geli dan memeluk pundakku dari samping dan berbisik..
“Tunggu aku
beberapa tahun lagi yah, aku langsung jadi menantunya orang tua kamu saja yah bodoh…”
Aku hanya
mencubit perutnya dan berlari darinya, lalu berteriak,
“Tidak mau…!!!”
Dira mengejarku
dan balas berteriak..,
“Aku serius
bodoh!”
Itulah aku dan Dira, kami tetap
memutuskan untuk bersahabat tapi dengan kejujuran hati masing-masing. Dira memintaku
menunggunya, maka aku memutuskan mengikuti permintaannya, mungkin enam atau
lima tahun lagi, atau lebih cepat dari itu. Dira akan jadi pendamping hidupku
jika dia sudah benar-benar matang dan dewasa kelak, yang pastinya Dira selalu
mengatakan ini padaku…
“Tunggu aku yah bodoh…!!!”
karena persahabatan
tidak akan menyakitkan, karena persahabatan tidak akan menodai apapun juga…,
bila Tuhan takdirkan cuek dan bodoh bersama maka Tuhan akan mengikat keduanya
dengan ikatan yang sejati dan tidak akan menyakitkan…
Bodoh : Iya kan cuek?
Cuek : Iya bodoh….
^__^
CREATED BY : NUR MUSTAQIMAH
wahhh, serruu bangett nie ceritanyaa, :D
BalasHapus:) makasi yah dah mw baca :)
Hapus