Seseorang itu bermata sayu..,,dagunya klihatan sedikit runcing,
hidungnya tidak terlalu mancung tapi aku suka melihatnya, klihatan serasi
dengan mata sayunya . Dia slalu menunduk
dan sesekali menengadahkan wajahnya untuk menyapa atau sekedar memberikan
senyumannya untuk orang-orang yang kebetulan dikenalinya…
Aku suka sosoknya, dia kelihatan sangat sederhana, tidak ada kesan
angkuh dalam dirinya, jika ia berjalan dia kliatan sedikit membungkuk, mungkin
itu karena postur tubuhnya yang lumayan tinggi dan badannya yang sedikit kurus.
Aku juga suka jika ia tersenyum, bibirnya yang tipis membentuk lengkungan yang
manis, mata sayunya juga seperti ikut tersenyum.
Seseorang itu….aku jatuh cinta padanya, dia bahkan sudah menjadi bagian
yang sulit dipisahkan dari hidupku, namanya ntah siapa, aku lebih suka memanggilnya
dengan sebutan Seseorang. Aku tau seseorang itu berkepribadian cuek, tapi
bijak, ia laki2 yang cerdas. Dia juga suka menulis sama sepertiku, tapi ia
lebih pintar dariku, ia lebih suka menulis sesuatu yang ilmiah, contohnya
berita atau argument yang beberapa kali di telaah kemudian ditulis olehnya.
Aku suka memperhatikan sosoknya ketika sedang sibuk, ia tidak tau aku
selalu membuntutinya kemana-mana, mungkin sekarang aku layaknya seorang
paparazzi, penguntit yang berusaha tau apapun yang dikerjakan sang idola atau
dalam bahasa korea biasa disebut dengan sasaeng. Hanya satu hal yang membuatku
seperti orang bodoh, slama ini aku menguntit orang yang sama sekali tidak tau
namanya tapi tau semua tentangnya, tapi itu tidak penting bagiku, siapa pun
namanya, ia tetaplah seseorang bagiku, seseorang yang aku idolaka, bahkan
mungkin suatu saat aku bisa cinta setengah mati padanya.
********
Aku pertama kali melihatnya ketika aku sedang duduk terdiam di kursi kamarku, tepatnya ketika aku sedang
sibuk menulis..yang pertama kali aku lihat adalah mata sayu nya, bahkan mungkin
itu adalah bagian dari dirinya yang tidak akan pernah aku lupakan..mata sayunya
itu benar-benar indah, hanya melihat matanya saja aku sudah tau ia sosok
penyayang. Ia benar-benar sosok yang menginspirasi, ia penuh dengan banyak hal
yang bisa diceritakan.
Aku menguntitnya sampai di rumah kos nya.., aku mengintip isi kamarnya
yang sederhana itu, di sudut kamarnya terlihat sebuah rak buku yang dipenuhi
dengan buku-buku sastra, di laci meja nya aku melihat sebuah stiker yang
membuatku tau dia mahasiswa komunikasi, dirak itu juga aku melihat banyak
novel, dan heyyy…aku juga punya novel seperti itu, novel karya Kelley Armstrong
yang berjudul “THE SUMMONING”, bercerita tentang anak2 yang memiliki kekuatan
gaib yang diasingkan di sebuah asrama di desa terpencil USA…., mataku kemudian
kembali menjelajahi isi kamarnya, disudut lain aku menemukan tumpukan kertas, di
lantainya juga banyak kertas-kertas yang berhamburan dan dijangkaunya satu
persatu kemudian disusun kembali ditumpukan itu, mungkin itu kumpulan
tulisan-tulisannya. Aku tidak melihat ada computer di dalam kamarnya,
hemmm…..pasti sangat sulit menjadi penulis yang tidak punya mesin yang bisa
membantunya menulis.. lalu aku melihatnya duduk di atas kasurnya yang hanya di
rentangkan di atas lantai tanpa ranjang, Ia menaruh sebuah bantal di belakang
punggungnya, lalu bersandar, dari raut wajahnya aku tau dia pasti sangat
kelelahan. Aaku memperhatikan mata sayunya itu perlahan tertutup, lalu ia
terbangun kembali, hemmm…..mungkin ia lupa bahwa ada hal yang harus dikerjakan
sebelum beristirahat. Ia mengambil ransel hitam yang ada di atas meja
belajarnya dan mengambil sesuatu di dalamnya, oh…itu notebook, pantas saja aku
tidak menemukan computer disudut manapun di kamarnya, ternyata ia punya
notebook untuk menulis…, ia menyalakan notebooknya dan beberapa menit setelah
itu ia menutup dan menyimpannya di atas meja belajarnya, mungkin ia hanya ingin
memeriksa sesuatu di notebooknya itu lalu beristirahat. Ia tertidur…,
benar-benar sudah tidur lelap… aku sudah menguntit lebih dari 2 jam dan saatnya
untuk berhenti, membiarkannya istirahat dengan tenang.
“Nia…kamu
sudah tidur kan!!!” teriak ibuku yang setiap malam seperti itu, tidak
membiarkanku menikmati suasana keheningan malam. Aku lalu memutuskan tidur
sebelum ibuku tau aku masih terjaga.
*******
Pagi ini aku membersihkan teras rumahku karena semalam hujan deras,
membuat pasir di depan tangga teras meloncat naik dan mengotorinya, aku
tersentak saat mendengar langkah kaki berlalu di depan rumahku, aku kira aku
mengenalnya…iyah..dia adalah seseorang itu…,aku lalu mengawasinya. Seseorang
itu hari ini kelihatan sangat sibuk, aku melihatnya berjalan sangat cepat
keluar rumah, sesekali berlari-lari kecil sambil menggendong ransel hitamnya…,
saking terlalu terburu-buru..rambutnya berantakan, bahkan tali sepatunya belum
sempat diikat rapi, tapi ia tetap seperti biasanya, manis di pandanganku. Ia
sesekali melihat jam yang ada dipergelangan tangan kirinya, aku pikir dia
terlambat mengikuti kuliah pagi ini, ahhh….tapi ini juga masih terlalu pagi,
pukul 6.30 pagi. Aku bahkan masih mempersiapkan pakaian yang ingin aku pakai
hari ini untuk kuliah.
Aku berangkat kekampus dengan baju berwarna abu-abu yang aku pasangkan
dengan rok hitam hari ini, aku memilih warna ini agar serasi dengan warna kemeja
yang dipakai seseorang itu hari ini, entahlah….aku mungkin memang sudah
benar-benar menjadi maniak.
Dikampus aku melihatnya duduk tepat disudut taman, ia sedang membaca, sesekali
ia tersenyum..hemm….pasti ada sesuatu yang menggembirakan di bacaannya itu, aku
lalu berusaha untuk tau apa yang sedang ia baca, seseorang itu ternyata sedang
membaca sebuah novel, warna sampulnya klihatan sekali berwarna biru sapphire,
ada gambar lelaki yang sedang membelakang dan memiliki sayap, aku lalu
memperhatikan lebih detail sampul buku yang dibacanya untuk tau judulnya yang
hanya samar-samar aku lihat karena terlalu kecil untuk aku baca dalam jarak
yang sejauh sekarang.
Aku penasaran…, jiwa penguntitku semakin parah, rasanya tidak cukup
seperti ini, aku harus lebih mendekat, aku menelusuk di sela-sela pikiranku
sendiri, berusaha menemukan judul buku yang telah mengalihkan perhatianku dari
seseorang itu, entahlah…itu memang aku, selalu merasa tidak akan berhenti
sebelum benar-benar tau hal yang seakan terus membujukku untuk mencari tau
tentangnya…seperti sampul buku itu. ia menggodaku dengan warnanya yang memang
warna kesukaanku “sapphire blue”, lalu membuatku penasaran dengan gambarnya
seperti melihat gambar bidadari tapi otakku menolak,” itu bukan bidadari, mana
ada bidadari lelaki “, tapi sisi lain diriku yang entah kenapa seakan selalu
ingin membuat pertengkaran dengan sisi lain dari diriku yang satunya lagi,ia
menentangnya “hey…jika bukan bidadari kenapa ia harus memiliki sayap
dipunggungnya???” jika sudah seperti ini aku akan bingung dengan diriku
sendiri, seperti belum memiliki diriku yang sebenarnya yang bisa aku genggam
dan miliki yang hanya ada satu sisi bukan dua…, tapi aku bingung, kenapa tidak
ada sisi lain 1 lagi supaya ada yang melerai?? Entahlah…, aku pernah berani
menanyakan hal aneh ini pada ayahku…,ia hanya tertawa geli dan dengan bijak
berkata “itu adalah kebimbangan, sebuah kesangsian tentang suatu hal yang kau
dapatkan di luar sana, antara benar atau salah, antara iya atau tidak”
yahh….aku rasa demikian,aku percaya semua yang dikatakan oleh ayahku, karena
aku selalu beranggapan bahwa ia adalah orang paling bijak di dunia ini.
Aku perlahan mendekat, sekarang aku dan seseorang itu hanya berjarak dua
meter, aku duduk sejajar di depannya, aku mencari tau dan akhirnya
mendapatkannya, judul novelnya…”FALLEN”
Aku kembali memperhatikan raut mukanya yang sedang serius membaca, aku
melihat garis-garis mukanya meregang…ia tegang…,, aku kembali
mengira-ngira..mungkin alur ceritanya mulai menegangkan, aku juga suka novel
yang seperti itu, bukan novel romance, bukan novel komedi ataupun novel
pembangun jiwa, tapi novel yang bisa membuat urat sarafku menjadi tegang, yang
bisa membuatku berkhayal hingga merasa terlibat dalam cerita itu,,iyah….itu
novel misteri.
Aku memperhatikannya tapi ia tetap tidak menyadarinya, dalam jarak yang
lumayan dekat seperti ini, aku bisa melihat bibirnya yang kering karena
teriknya matahari, aku juga bisa melihat kerutan wajahnya karena kelelahan, aku
bisa mencium bau parfumnya yang seperti permen karet…, aku tersenyum…aku
bahagia jika bisa terus seperti ini…karena itu semua membuatku yakin bahwa ia
nyata.
*********
“Nia……., kamu apa-apaan sendiri di
kampus ngekhayal kemarin, Tio nemuin kamu di taman kampus sendirian, semua
orang nyariin kamu tau…, kemarin kan hari minggu Nia !!!” bentak Ekha dengan
raut muka yang membuatku muak, mata sipitnya jadi kelihatan membulat, dan
percikan liurnya tampak menjijikkan, membuatku berkhayal dia adalah seorang
keturunan monster yang sebentar lagi akan menampakkan wujud aslinya.
Aku hanya diam, tidak
berniat melawan ocehan Ekha yang sedari tadi memenuhi telingaku. Lagipula dia
salah, kemarin aku sama sekali tidak mengkhayal, kemarin aku membuntuti seseorang
itu, Ekha sudah pasti tidak tau itu karena aku tidak pernah bercerita tentang
kebiasaan ku itu pada siapa pun, termasuk padanya. Aku lebih memilih menyantap
sandwich dan meneguk segelas susu putih yang disediakan ibuku di atas meja
samping ranjangku.
“Oke deh Nia, aku ngalah, tidak akan
tanyakan itu lagi, tapi aku harap kamu masih anggap aku sahabat, tolong beri
tahu aku kalau kau sedang punya beban berat atau….terserah lah kamu mau cerita
soal apa, aku siap dengarkan semuanya”
Aku merasa sekarang adalah saat yang
tepat untuk menceritakan seseorang itu padanya, aku berdehem sebentar lalu
bercerita,
“ya sudah, aku lagi jatuh cinta tau…
sama seseorang yang aku tidak tau namanya….
Seseorang
yang pandai menulis…
Seseorang
yang bermata sayu indah…
Seseorang
yang lengkungan bibirnya dan lengkungan kelopak matanya tampak indah ketika
tersenyum…
Seseorang
yang memakai parfum yang wanginya persis seperti permen karet…”
Ekha tersenyum, ia lalu menggenggam tanganku, sejujurnya aku tidak
mengerti dengan sikapnya itu, seakan-akan aku sudah melakukan perjalanan jauh
dan berpisah selama bertahun-tahun padahal aku sama sekali tidak pernah
kemanapun, hanya tinggal di rumah atau ke kampus.
“Aku
senang kalau Nia sudah jatuh cinta lagi, kalau sudah kenal, perkenalkan sama
aku juga yah….” bujuk Ekha dengan lembut
sambil mengelus rambutku yang terurai panjang.
Aku merasa aneh, kenapa semua orang berperilaku berlebihan dua bulan
belakangan ini, mulai dari ibu yang memperlakukanku seperti anak kecil padahal
aku sudah menginjak usia 20 tahun, sampai sahabatku Ekha yang selalu
mengeluarkan kalimat yang membuatku bertanya-tanya apa maksudnya.
“Ya sudah aku pulang dulu
yah…kelihatannya kamu sedang tidak enak badan, istirahat baik-baik yah…” kata
Ekha sambil melepas pelukannya dan berlalu keluar dari kamarku.
Hari ini benar-benar
membosankan, diluar hujan lebat dan aku tidak bisa kemanapun, kaca jendela
kamarku tampak buram karena percikan air hujan. Aku memutuskan beranjak dari
ranjang dan mendekat ke jendela, sepertinya menarik menggambar atau menulis di
jendela itu menggunakan jari telunjuk kecilku.
Rencanaku
bermain-main dengan telunjuk kananku teralihkan dengan seseorang yang
mengenakan baju berwarna merah di luar rumah yang terlihat samar-samar olehku.
Aku mencoba menghapus semua percikan air itu dan tersadar, orang yang ada di
luar adalah seseorang itu, kelihatan sangat tampan dengan t-shirt warna merah,
tapi dia kehujanan, maka kuputuskan untuk membawakannya payung.
Aku
berlari menuju pintu rumah sambil membawa payung, tapi ibu menahanku,
“Nia, mau apa kamu keluar seperti
kesetanan, di luar itu hujan Nia..!!!” bentak ibu sambil menarik tangan
kananku.
“Bunda.., di luar ada yang kehujanan,
aku mau kasi dia payung dan ajak dia masuk ke rumah, kasian dia Bunda…” ujarku
meyakinkan ibu.
“Siapa? Di luar itu tidak orang Nia..,
coba kamu liat baik-baik, tidak ada kan?” Ibu meyakinkanku.
Aku spontan melempar pandangaku keluar
rumah, dan ibu benar, tidak ada siapapun di sana. Tapi aku yakin seseorang itu
memang benar-benar ada di sana tadi. Aku mengalah pada ibu, tanpa berkata
apapun, kulemparkan payung yang ada dipeganganku ke sudut ruang tamu dan
berlari ke kamar. Selimut yang terlentang begitu saja di ranjangku kupakai
menutupi seluruh tubuhku yang benar-benar merasa kebingungan dengan apa yang
baru saja aku alami.
“Nia…coba liat bunda sayang…, semua yang
ada di sekelilingmu ini nyata, kecuali yang kau sebut seseorang itu, dia hanya
halusinasimu semata. Bunda tau kamu sangat berat melepas kepergian Ayah, Bunda
juga begitu, tapi cobalah untuk ikhlas..” Bujuk ibu sambil mengelus punggungku
yang tertutupi selimut.
“Darimana bunda tau tentang seseorang
itu? dia bukan halusinasi, dia nyata bunda…, bagaimana Bunda bilang kalau dia
itu halusinasi sementara aku melihatnya setiap hari dengan sangat nyata!”
“Aku baca semua isi diary yang kau tulis
beberapa minggu ini, maafkan Bunda, tapi Bunda Cuma khawatir dengan keadaanmu
sekarang. Bunda tau kamu ke kampus di hari minggu karena seseorang yang kamu
kira nyata itu kan? Kamu tadi ingin berlari keluar rumah juga karena dia kan?
Dia bukan siapa-siapa Nia, dia hanya sekedar halusinasi yang kau jadikan
pelampiasan rasa kehilanganmu karena kepergian Ayah yang secara tiba-tiba dua
bulan yang lalu. Sadar sayang, semuanya sudah ditentukan sama yang di atas !”
Aku
marah pada ibu, aku tau sekarang ibu mungkin menganggapku terkena gangguan jiwa
dan nyaris gila dan aku benci semua yang dikatakan ibu. Aku sangat mencintai
Ayah yang mendidikku dengan bijaksana, tidak pernah membentakku dan selalu
mendukung apa yang aku sukai, termasuk kebiasaan menulisku, ia selalu bilang
kalau aku suatu saat akan menjadi seorang penulis terkenal di Indonesia.
Berbeda dengan Ibu yang terlalu mengekangku, ibu bahkan sekalipun tidak pernah
memuji tulisanku, ia hanya selalu bilang aku harus serius kuliah di Hubungan
Internasional, Universitas Gadjah Mada dan menjadi seorang diplomat.
Ibu kembali membujukku, “Nia…,besok kita
ke psikiater yah.., Bunda punya kenalan seorang psikiater terkenal, kita cek
kesehatan kamu”
“Terserah Bunda!” jawabku ketus.
*******
Aku
dan Ibu benar-benar pergi mengecek kesehatan jiwaku ke seorang psikiater. Entah
apa yang dipikirkan ibu saat ini, kulihat dia begitu gelisah sementara aku
merasa biasa saja, aku yakin tidak mengalami gangguan jiwa apa pun, aku
baik-baik saja.
“Hai Nia…., apa kabar hari ini?” sapa
psikiater yang lebih suka ku sebut sebagai dokter jiwa yang sok tahu.
“Baik”, jawabku dengan ekspresi datar
Dokter
jiwa yang sok tau itu lama berbincang-bincang denganku dan Ibu sampai ia
memintaku keluar dari ruangannya dan berbicara empat mata dengan Ibu. Setelah
itu aku pulang, ibu terus memandangku dengan aneh, seperti akan bilang aku ini
gila dan harus di masukkan ke rumah sakit jiwa, tapi aku hanya diam dan tidak
bicara apa-apa.
“Nia…Bunda sayang skali sama kamu,
sekarang tinggal kita berdua di rumah ini, Ayah sudah dipanggil Tuhan dan Bunda
tidak mau kamu kenapa-napa. Coba sadar sayang, masih ada Bunda yang akan selalu
mendukungmu, kamu suka nulis kan sayang, kalau begitu teruslah menulis, Bunda
yakin Nia akan jadi penulis novel best seller suatu hari nanti” kata Ibu sambil
memelukku erat setelah memasuki rumah yang sepi dan selalu hening setelah
kepergian Ayah.
“Bunda, apa yang dibilang psikiater tadi
soal aku?” tanyaku penuh selidik.
“Katanya kamu terkena gangguan jiwa Zcysofrenia,
penyakit jiwa dengan selalu berhalusinasi, mengada-adakan yang tidak ada.
Katanya karena kamu depresi, shock karena Ayah meninggal tiba-tiba dan Bunda
tidak pernah menunjukkan bentuk dukungan terhadap hobby mu seperti yang dulu
selalu dilakukan Ayah terhadapmu.. maafkan Bunda ya sayang..” jelas Bunda masih
dengan pelukan hangatnya dengan isak tangis yang membuatku tak tahan
mendengarnya.
Aku
melepas pelukan ibu dan mencoba mengusap air mata yang berjatuhan membasahi
pipinya. Aku harusnya menjaga ibu setelah kepergian Ayah, bukannya membuatnya
semakin terpuruk. Ibu benar, mungkin aku benar-benar hanya berhalusinasi,
seseorang itu sepertinya memang tidak pernah ada, hanya sebuah sosok yang jadi
pelampiasanku terhadap rasa kehilangan yang tak terbendung. Zcysofrenia, aku
tidak tau secara mendetail tentang gangguan jiwa semacam itu, tapi sepertinya
aku akan melawannya dari sekarang, melewati detik demi detik dengan normal
bersama ibu walaupun tanpa Ayah.
“Bunda, tolong berhenti menangisiku
karena aku baik-baik saja, Zcysofrenia…tidak akan ada lagi, aku akan jadi Nia
yang dulu lagi, melupakan semua angan-angan yang menggangguku, aku akan jadi
penulis novel best seller kan Bunda, kalau begitu aku akan menulis terus mulai
dari sekarang dan suatu saat nanti Bunda akan bangga melihatku jadi penulis
terkenal” Kataku meyakinkan Ibu sambil mengembangkan senyum yang tidak pernah
kuperlihatkan di depan Ibu sejak Ayah meninggal dua bulan yang lalu.
Soal
seseorang itu, sebenarnya aku masih yakin bahwa ia nyata, walaupun bukan di
sini, walaupun bukan di tempatku berpijak sekarang. Aku yakin dia benar-benar
ada di sisi lain dunia ini,
mungkin ada di sebuah tempat terpencil di Afrika, atau di sudut kota Amerika,
bahkan mungkin ada di kota lain Indonesia. Aku percaya itu…,, aku menamakannya
Miracle “keajaiban”… dan mungkin bulan depan atau tahun depan aku benar-benar
bertemu dengannya di suatu tempat yang tidak pernah terduga dan saat itu bukan
karena Zcysofrenia tapi sebuah kenyataan.
CREATED
BY : NUR MUSTAQIMAH ^imha^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar