Senin, 16 Januari 2012

NEVER



Seseorang itu bermata sayu..,,dagunya klihatan sedikit runcing, hidungnya tidak terlalu mancung tapi aku suka melihatnya, klihatan serasi dengan  mata sayunya . Dia slalu menunduk dan sesekali menengadahkan wajahnya untuk menyapa atau sekedar memberikan senyumannya untuk orang-orang yang kebetulan dikenalinya…
Aku suka sosoknya, dia kelihatan sangat sederhana, tidak ada kesan angkuh dalam dirinya, jika ia berjalan dia kliatan sedikit membungkuk, mungkin itu karena postur tubuhnya yang lumayan tinggi dan badannya yang sedikit kurus. Aku juga suka jika ia tersenyum, bibirnya yang tipis membentuk lengkungan yang manis, mata sayunya juga seperti ikut tersenyum.

Seseorang itu….aku jatuh cinta padanya, dia bahkan sudah menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari hidupku, namanya ntah siapa, aku lebih suka memanggilnya dengan sebutan Seseorang. Aku tau seseorang itu berkepribadian cuek, tapi bijak, ia laki2 yang cerdas. Dia juga suka menulis sama sepertiku, tapi ia lebih pintar dariku, ia lebih suka menulis sesuatu yang ilmiah, contohnya berita atau argument yang beberapa kali di telaah kemudian ditulis olehnya.
Aku suka memperhatikan sosoknya ketika sedang sibuk, ia tidak tau aku selalu membuntutinya kemana-mana, mungkin sekarang aku layaknya seorang paparazzi, penguntit yang berusaha tau apapun yang dikerjakan sang idola atau dalam bahasa korea biasa disebut dengan sasaeng. Hanya satu hal yang membuatku seperti orang bodoh, slama ini aku menguntit orang yang sama sekali tidak tau namanya tapi tau semua tentangnya, tapi itu tidak penting bagiku, siapa pun namanya, ia tetaplah seseorang bagiku, seseorang yang aku idolaka, bahkan mungkin suatu saat aku bisa cinta setengah mati padanya.
********
Aku pertama kali melihatnya ketika aku sedang duduk terdiam  di kursi kamarku, tepatnya ketika aku sedang sibuk menulis..yang pertama kali aku lihat adalah mata sayu nya, bahkan mungkin itu adalah bagian dari dirinya yang tidak akan pernah aku lupakan..mata sayunya itu benar-benar indah, hanya melihat matanya saja aku sudah tau ia sosok penyayang. Ia benar-benar sosok yang menginspirasi, ia penuh dengan banyak hal yang bisa diceritakan.
Aku menguntitnya sampai di rumah kos nya.., aku mengintip isi kamarnya yang sederhana itu, di sudut kamarnya terlihat sebuah rak buku yang dipenuhi dengan buku-buku sastra, di laci meja nya aku melihat sebuah stiker yang membuatku tau dia mahasiswa komunikasi, dirak itu juga aku melihat banyak novel, dan heyyy…aku juga punya novel seperti itu, novel karya Kelley Armstrong yang berjudul “THE SUMMONING”, bercerita tentang anak2 yang memiliki kekuatan gaib yang diasingkan di sebuah asrama di desa terpencil USA…., mataku kemudian kembali menjelajahi isi kamarnya, disudut lain aku menemukan tumpukan kertas, di lantainya juga banyak kertas-kertas yang berhamburan dan dijangkaunya satu persatu kemudian disusun kembali ditumpukan itu, mungkin itu kumpulan tulisan-tulisannya. Aku tidak melihat ada computer di dalam kamarnya, hemmm…..pasti sangat sulit menjadi penulis yang tidak punya mesin yang bisa membantunya menulis.. lalu aku melihatnya duduk di atas kasurnya yang hanya di rentangkan di atas lantai tanpa ranjang, Ia menaruh sebuah bantal di belakang punggungnya, lalu bersandar, dari raut wajahnya aku tau dia pasti sangat kelelahan. Aaku memperhatikan mata sayunya itu perlahan tertutup, lalu ia terbangun kembali, hemmm…..mungkin ia lupa bahwa ada hal yang harus dikerjakan sebelum beristirahat. Ia mengambil ransel hitam yang ada di atas meja belajarnya dan mengambil sesuatu di dalamnya, oh…itu notebook, pantas saja aku tidak menemukan computer disudut manapun di kamarnya, ternyata ia punya notebook untuk menulis…, ia menyalakan notebooknya dan beberapa menit setelah itu ia menutup dan menyimpannya di atas meja belajarnya, mungkin ia hanya ingin memeriksa sesuatu di notebooknya itu lalu beristirahat. Ia tertidur…, benar-benar sudah tidur lelap… aku sudah menguntit lebih dari 2 jam dan saatnya untuk berhenti, membiarkannya istirahat dengan tenang.
“Nia…kamu sudah tidur kan!!!” teriak ibuku yang setiap malam seperti itu, tidak membiarkanku menikmati suasana keheningan malam. Aku lalu memutuskan tidur sebelum ibuku tau aku masih terjaga.
*******
Pagi ini aku membersihkan teras rumahku karena semalam hujan deras, membuat pasir di depan tangga teras meloncat naik dan mengotorinya, aku tersentak saat mendengar langkah kaki berlalu di depan rumahku, aku kira aku mengenalnya…iyah..dia adalah seseorang itu…,aku lalu mengawasinya. Seseorang itu hari ini kelihatan sangat sibuk, aku melihatnya berjalan sangat cepat keluar rumah, sesekali berlari-lari kecil sambil menggendong ransel hitamnya…, saking terlalu terburu-buru..rambutnya berantakan, bahkan tali sepatunya belum sempat diikat rapi, tapi ia tetap seperti biasanya, manis di pandanganku. Ia sesekali melihat jam yang ada dipergelangan tangan kirinya, aku pikir dia terlambat mengikuti kuliah pagi ini, ahhh….tapi ini juga masih terlalu pagi, pukul 6.30 pagi. Aku bahkan masih mempersiapkan pakaian yang ingin aku pakai hari ini untuk kuliah.
Aku berangkat kekampus dengan baju berwarna abu-abu yang aku pasangkan dengan rok hitam hari ini, aku memilih warna ini agar serasi dengan warna kemeja yang dipakai seseorang itu hari ini, entahlah….aku mungkin memang sudah benar-benar menjadi maniak.
Dikampus aku melihatnya duduk tepat disudut taman, ia sedang membaca, sesekali ia tersenyum..hemm….pasti ada sesuatu yang menggembirakan di bacaannya itu, aku lalu berusaha untuk tau apa yang sedang ia baca, seseorang itu ternyata sedang membaca sebuah novel, warna sampulnya klihatan sekali berwarna biru sapphire, ada gambar lelaki yang sedang membelakang dan memiliki sayap, aku lalu memperhatikan lebih detail sampul buku yang dibacanya untuk tau judulnya yang hanya samar-samar aku lihat karena terlalu kecil untuk aku baca dalam jarak yang sejauh sekarang.
Aku penasaran…, jiwa penguntitku semakin parah, rasanya tidak cukup seperti ini, aku harus lebih mendekat, aku menelusuk di sela-sela pikiranku sendiri, berusaha menemukan judul buku yang telah mengalihkan perhatianku dari seseorang itu, entahlah…itu memang aku, selalu merasa tidak akan berhenti sebelum benar-benar tau hal yang seakan terus membujukku untuk mencari tau tentangnya…seperti sampul buku itu. ia menggodaku dengan warnanya yang memang warna kesukaanku “sapphire blue”, lalu membuatku penasaran dengan gambarnya seperti melihat gambar bidadari tapi otakku menolak,” itu bukan bidadari, mana ada bidadari lelaki “, tapi sisi lain diriku yang entah kenapa seakan selalu ingin membuat pertengkaran dengan sisi lain dari diriku yang satunya lagi,ia menentangnya “hey…jika bukan bidadari kenapa ia harus memiliki sayap dipunggungnya???” jika sudah seperti ini aku akan bingung dengan diriku sendiri, seperti belum memiliki diriku yang sebenarnya yang bisa aku genggam dan miliki yang hanya ada satu sisi bukan dua…, tapi aku bingung, kenapa tidak ada sisi lain 1 lagi supaya ada yang melerai?? Entahlah…, aku pernah berani menanyakan hal aneh ini pada ayahku…,ia hanya tertawa geli dan dengan bijak berkata “itu adalah kebimbangan, sebuah kesangsian tentang suatu hal yang kau dapatkan di luar sana, antara benar atau salah, antara iya atau tidak” yahh….aku rasa demikian,aku percaya semua yang dikatakan oleh ayahku, karena aku selalu beranggapan bahwa ia adalah orang paling bijak di dunia ini.
Aku perlahan mendekat, sekarang aku dan seseorang itu hanya berjarak dua meter, aku duduk sejajar di depannya, aku mencari tau dan akhirnya mendapatkannya, judul novelnya…”FALLEN”
Aku kembali memperhatikan raut mukanya yang sedang serius membaca, aku melihat garis-garis mukanya meregang…ia tegang…,, aku kembali mengira-ngira..mungkin alur ceritanya mulai menegangkan, aku juga suka novel yang seperti itu, bukan novel romance, bukan novel komedi ataupun novel pembangun jiwa, tapi novel yang bisa membuat urat sarafku menjadi tegang, yang bisa membuatku berkhayal hingga merasa terlibat dalam cerita itu,,iyah….itu novel misteri.
Aku memperhatikannya tapi ia tetap tidak menyadarinya, dalam jarak yang lumayan dekat seperti ini, aku bisa melihat bibirnya yang kering karena teriknya matahari, aku juga bisa melihat kerutan wajahnya karena kelelahan, aku bisa mencium bau parfumnya yang seperti permen karet…, aku tersenyum…aku bahagia jika bisa terus seperti ini…karena itu semua membuatku yakin bahwa ia nyata.
*********
“Nia……., kamu apa-apaan sendiri di kampus ngekhayal kemarin, Tio nemuin kamu di taman kampus sendirian, semua orang nyariin kamu tau…, kemarin kan hari minggu Nia !!!” bentak Ekha dengan raut muka yang membuatku muak, mata sipitnya jadi kelihatan membulat, dan percikan liurnya tampak menjijikkan, membuatku berkhayal dia adalah seorang keturunan monster yang sebentar lagi akan menampakkan wujud aslinya.
Aku hanya diam, tidak berniat melawan ocehan Ekha yang sedari tadi memenuhi telingaku. Lagipula dia salah, kemarin aku sama sekali tidak mengkhayal, kemarin aku membuntuti seseorang itu, Ekha sudah pasti tidak tau itu karena aku tidak pernah bercerita tentang kebiasaan ku itu pada siapa pun, termasuk padanya. Aku lebih memilih menyantap sandwich dan meneguk segelas susu putih yang disediakan ibuku di atas meja samping ranjangku.

“Oke deh Nia, aku ngalah, tidak akan tanyakan itu lagi, tapi aku harap kamu masih anggap aku sahabat, tolong beri tahu aku kalau kau sedang punya beban berat atau….terserah lah kamu mau cerita soal apa, aku siap dengarkan semuanya”

Aku merasa sekarang adalah saat yang tepat untuk menceritakan seseorang itu padanya, aku berdehem sebentar lalu bercerita,
“ya sudah, aku lagi jatuh cinta tau…
sama seseorang yang aku tidak tau namanya….
Seseorang yang pandai menulis…
Seseorang yang bermata sayu indah…
Seseorang yang lengkungan bibirnya dan lengkungan kelopak matanya tampak indah ketika tersenyum…
Seseorang yang memakai parfum yang wanginya persis seperti permen karet…”
Ekha tersenyum, ia lalu menggenggam tanganku, sejujurnya aku tidak mengerti dengan sikapnya itu, seakan-akan aku sudah melakukan perjalanan jauh dan berpisah selama bertahun-tahun padahal aku sama sekali tidak pernah kemanapun, hanya tinggal di rumah atau ke kampus.

“Aku senang kalau Nia sudah jatuh cinta lagi, kalau sudah kenal, perkenalkan sama aku juga yah….”  bujuk Ekha dengan lembut sambil mengelus rambutku yang terurai panjang.

Aku merasa aneh, kenapa semua orang berperilaku berlebihan dua bulan belakangan ini, mulai dari ibu yang memperlakukanku seperti anak kecil padahal aku sudah menginjak usia 20 tahun, sampai sahabatku Ekha yang selalu mengeluarkan kalimat yang membuatku bertanya-tanya apa maksudnya.

“Ya sudah aku pulang dulu yah…kelihatannya kamu sedang tidak enak badan, istirahat baik-baik yah…” kata Ekha sambil melepas pelukannya dan berlalu keluar dari kamarku.
           
Hari ini benar-benar membosankan, diluar hujan lebat dan aku tidak bisa kemanapun, kaca jendela kamarku tampak buram karena percikan air hujan. Aku memutuskan beranjak dari ranjang dan mendekat ke jendela, sepertinya menarik menggambar atau menulis di jendela itu menggunakan jari telunjuk kecilku.
            Rencanaku bermain-main dengan telunjuk kananku teralihkan dengan seseorang yang mengenakan baju berwarna merah di luar rumah yang terlihat samar-samar olehku. Aku mencoba menghapus semua percikan air itu dan tersadar, orang yang ada di luar adalah seseorang itu, kelihatan sangat tampan dengan t-shirt warna merah, tapi dia kehujanan, maka kuputuskan untuk membawakannya payung.
            Aku berlari menuju pintu rumah sambil membawa payung, tapi ibu menahanku,
“Nia, mau apa kamu keluar seperti kesetanan, di luar itu hujan Nia..!!!” bentak ibu sambil menarik tangan kananku.
“Bunda.., di luar ada yang kehujanan, aku mau kasi dia payung dan ajak dia masuk ke rumah, kasian dia Bunda…” ujarku meyakinkan ibu.
“Siapa? Di luar itu tidak orang Nia.., coba kamu liat baik-baik, tidak ada kan?” Ibu meyakinkanku.
Aku spontan melempar pandangaku keluar rumah, dan ibu benar, tidak ada siapapun di sana. Tapi aku yakin seseorang itu memang benar-benar ada di sana tadi. Aku mengalah pada ibu, tanpa berkata apapun, kulemparkan payung yang ada dipeganganku ke sudut ruang tamu dan berlari ke kamar. Selimut yang terlentang begitu saja di ranjangku kupakai menutupi seluruh tubuhku yang benar-benar merasa kebingungan dengan apa yang baru saja aku alami.
“Nia…coba liat bunda sayang…, semua yang ada di sekelilingmu ini nyata, kecuali yang kau sebut seseorang itu, dia hanya halusinasimu semata. Bunda tau kamu sangat berat melepas kepergian Ayah, Bunda juga begitu, tapi cobalah untuk ikhlas..” Bujuk ibu sambil mengelus punggungku yang tertutupi selimut.

“Darimana bunda tau tentang seseorang itu? dia bukan halusinasi, dia nyata bunda…, bagaimana Bunda bilang kalau dia itu halusinasi sementara aku melihatnya setiap hari dengan sangat nyata!”
“Aku baca semua isi diary yang kau tulis beberapa minggu ini, maafkan Bunda, tapi Bunda Cuma khawatir dengan keadaanmu sekarang. Bunda tau kamu ke kampus di hari minggu karena seseorang yang kamu kira nyata itu kan? Kamu tadi ingin berlari keluar rumah juga karena dia kan? Dia bukan siapa-siapa Nia, dia hanya sekedar halusinasi yang kau jadikan pelampiasan rasa kehilanganmu karena kepergian Ayah yang secara tiba-tiba dua bulan yang lalu. Sadar sayang, semuanya sudah ditentukan sama yang di atas !”
            Aku marah pada ibu, aku tau sekarang ibu mungkin menganggapku terkena gangguan jiwa dan nyaris gila dan aku benci semua yang dikatakan ibu. Aku sangat mencintai Ayah yang mendidikku dengan bijaksana, tidak pernah membentakku dan selalu mendukung apa yang aku sukai, termasuk kebiasaan menulisku, ia selalu bilang kalau aku suatu saat akan menjadi seorang penulis terkenal di Indonesia. Berbeda dengan Ibu yang terlalu mengekangku, ibu bahkan sekalipun tidak pernah memuji tulisanku, ia hanya selalu bilang aku harus serius kuliah di Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada dan menjadi seorang diplomat.
Ibu kembali membujukku, “Nia…,besok kita ke psikiater yah.., Bunda punya kenalan seorang psikiater terkenal, kita cek kesehatan kamu”
“Terserah Bunda!” jawabku ketus.
*******
            Aku dan Ibu benar-benar pergi mengecek kesehatan jiwaku ke seorang psikiater. Entah apa yang dipikirkan ibu saat ini, kulihat dia begitu gelisah sementara aku merasa biasa saja, aku yakin tidak mengalami gangguan jiwa apa pun, aku baik-baik saja.
“Hai Nia…., apa kabar hari ini?” sapa psikiater yang lebih suka ku sebut sebagai dokter jiwa yang sok tahu.
“Baik”, jawabku dengan ekspresi datar
            Dokter jiwa yang sok tau itu lama berbincang-bincang denganku dan Ibu sampai ia memintaku keluar dari ruangannya dan berbicara empat mata dengan Ibu. Setelah itu aku pulang, ibu terus memandangku dengan aneh, seperti akan bilang aku ini gila dan harus di masukkan ke rumah sakit jiwa, tapi aku hanya diam dan tidak bicara apa-apa.
“Nia…Bunda sayang skali sama kamu, sekarang tinggal kita berdua di rumah ini, Ayah sudah dipanggil Tuhan dan Bunda tidak mau kamu kenapa-napa. Coba sadar sayang, masih ada Bunda yang akan selalu mendukungmu, kamu suka nulis kan sayang, kalau begitu teruslah menulis, Bunda yakin Nia akan jadi penulis novel best seller suatu hari nanti” kata Ibu sambil memelukku erat setelah memasuki rumah yang sepi dan selalu hening setelah kepergian Ayah.
“Bunda, apa yang dibilang psikiater tadi soal aku?” tanyaku penuh selidik.
“Katanya kamu terkena gangguan jiwa Zcysofrenia, penyakit jiwa dengan selalu berhalusinasi, mengada-adakan yang tidak ada. Katanya karena kamu depresi, shock karena Ayah meninggal tiba-tiba dan Bunda tidak pernah menunjukkan bentuk dukungan terhadap hobby mu seperti yang dulu selalu dilakukan Ayah terhadapmu.. maafkan Bunda ya sayang..” jelas Bunda masih dengan pelukan hangatnya dengan isak tangis yang membuatku tak tahan mendengarnya.
            Aku melepas pelukan ibu dan mencoba mengusap air mata yang berjatuhan membasahi pipinya. Aku harusnya menjaga ibu setelah kepergian Ayah, bukannya membuatnya semakin terpuruk. Ibu benar, mungkin aku benar-benar hanya berhalusinasi, seseorang itu sepertinya memang tidak pernah ada, hanya sebuah sosok yang jadi pelampiasanku terhadap rasa kehilangan yang tak terbendung. Zcysofrenia, aku tidak tau secara mendetail tentang gangguan jiwa semacam itu, tapi sepertinya aku akan melawannya dari sekarang, melewati detik demi detik dengan normal bersama ibu walaupun tanpa Ayah.
“Bunda, tolong berhenti menangisiku karena aku baik-baik saja, Zcysofrenia…tidak akan ada lagi, aku akan jadi Nia yang dulu lagi, melupakan semua angan-angan yang menggangguku, aku akan jadi penulis novel best seller kan Bunda, kalau begitu aku akan menulis terus mulai dari sekarang dan suatu saat nanti Bunda akan bangga melihatku jadi penulis terkenal” Kataku meyakinkan Ibu sambil mengembangkan senyum yang tidak pernah kuperlihatkan di depan Ibu sejak Ayah meninggal dua bulan yang lalu.
            Soal seseorang itu, sebenarnya aku masih yakin bahwa ia nyata, walaupun bukan di sini, walaupun bukan di tempatku berpijak sekarang. Aku yakin dia benar-benar ada di sisi lain dunia ini, mungkin ada di sebuah tempat terpencil di Afrika, atau di sudut kota Amerika, bahkan mungkin ada di kota lain Indonesia. Aku percaya itu…,, aku menamakannya Miracle “keajaiban”… dan mungkin bulan depan atau tahun depan aku benar-benar bertemu dengannya di suatu tempat yang tidak pernah terduga dan saat itu bukan karena Zcysofrenia tapi sebuah kenyataan.

CREATED BY : NUR MUSTAQIMAH ^imha^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

design by Nur Mustaqimah Copyright© All Rights Reserved coretankeciliemha.blogspot.com