Dia bernama Fian, dia malaikatku, dia
pahlawan yang dikirimkan Tuhan untukku…, kekasih pertamaku tepat di kelas tiga
SMP. Aku menyukai sosoknya, bagiku dia adalah yang paling tampan, dia memiliki
postur tubuh yang tinggi tapi agak kurus, jika aku berdiri di sampingnya..kurang
lebih tinggi badanku mencapai bahunya, dan itu adalah salah satu alasan kenapa
aku suka berada di dekatnya karena aku jadi merasa dilindungi. Senyumnya manis
sekali…, aku juga suka bau parfum yang selalu dipakainya, harum seperti bau
permen karet favoriteku.
Aku tidak tau apa yang kurang darinya, aku
butuh seseorang yang mengerti keegoisanku, dia jadi sosok yang kubutuhkan itu,
bahkan ketika aku bilang tidak bisa ketika dia ingin menemuiku dengan alasan
bodoh, dia akan selalu mengerti. Aku jadi teringat satu kenangan yang indah,
aku bilang sama Fian kalau aku suka nonton kartun Sinchan yang punya anjing
lucu bernama Zero, Fian tersenyum dan bilang ke aku kalo aku tidak boleh
mencontoh Sinchan yang selalu membuat orang di sekelilingnya jadi geram, aku
balas bilang tapi Sinchan lucu…, Fian lalu mengelus kepalaku dan bilang…aku
ingin Andien jadi seperti Kagome yang selalu mencintai Inuyasha…, aku tersipu malu,
mukaku jadi merah.
Fian bilang suka sama aku lewat temannya yang
juga kekasih sahabatku, pertama aku bilang aku juga suka sama dia, itu karena
dia tampan, aku ingin punya cinta pertama yang tampan supaya aku bisa
mengenangnya suatu saat nanti. Tapi dia punya lebih dari sekedar tampan yang
membuat rasa sukaku jadi semakin menjadi rasa cinta, iyaa….Fian benar-benar
menjadi cinta pertamaku yang indah dan aku berharap dia akan menjadi cintaku
yang terakhir, berat jika harus menggantinya dengan sosok lain.
***
Satu tahun, kebahagiaanku tidak pernah
runtuh, seperti udara yang aku hirup setiap hari, begitulah berartinya Fian di
hidupku yang jika dia tidak berada di sisiku maka aku akan sulit hidup… Fian suka sekali membaca
tulisanku, jadi aku suka membuatkannya puisi, Fian bilang aku adalah penulis
terhebat dan aku percaya itu, aku percaya aku lebih hebat dari Kelley Armstrong
karena itu yang dibilang Fian padaku.
Setelah lulus SMP, aku jadi pisah sekolah
dengannya, Fian sekolah di SMK ambil tekhnik mesin karena dia bilang dia ingin
jadi insinyur sedangkan aku sekolah di SMA biasa. Aku jadi merindukan Fian
setiap hari di sekolah tapi Fian bilang aku harus konsentrasi belajar.
Hari-hari berlalu, Fian tidak pernah berubah,
dia tetap jadi malaikatku. Hari itu Fian mengantarkanku pulang ke rumah, dia
bilang aku harus berhenti jadi kekanak-kanakan, berhenti jadi ketergantungan
dengannya, berhenti bersikap manja karena dia tidak bisa selalu ada di
sampingku. Aku bertanya, apa dia bermaksud meninggalkanku? Tapi dia menjawab
dia ingin menjagaku selalu meskipun dia tidak bisa selalu ada disisiku. Aku
jadi marah, aku mau Fian selalu ada di sisiku, tidak boleh jauh dan aku benci
jika dia berkata seperti itu, tapi dia hanya mengelus kepalaku, menggenggam
tanganku erat dan tersenyum hangat, aku menatap lekat matanya, aku seperti
ingin menangis melihat mata jernihnya tapi ntah karena alasan apa. Dia berlalu,
aku melihatnya dengan cepat menghilang dengan motor hitamnya padahal aku
merindukannya bahkan semakin merindukannya setelah bertemu di siang itu.
Hari itu selasa, 27 November 2007, aku sedang
tertidur lelap di kamarku, lalu telepon rumahku berdering, aku tersentak, aku
terbangun dan serasa ingin cepat meraih gagang telepon tapi Ayah mendahuluiku.
Aku seperti kaku sekali di hadapan telepon itu, merasa hancur tapi entah
kenapa, Ayah bilang itu untukku dan menyodorkanku gagang telepon itu, aku
meraihnya dengan terbata-bata,
“Halo…siapa???”
“Andien..,ini aku Lia, ke rumah sakit
sekarang, Fian kecelakaan !!!”
Aku merasa oksigen menolak masuk ke
paru-paruku. Aku terdiam dan meletakkan gagang telepon itu, aku mengingat
kata-kata Fian sewaktu mengantarkanku pulang di hari sebelumnya. Aku merasa
akan kehilangan, entah kenapa aku yakin akan itu padahal selama ini aku tidak
menginginkan itu terjadi. Ayah mengantarkanku ke rumah sakit, aku berlari
sekencang-kencangnya, aku berharap Fian masih bisa merasakan desahan nafasku di
sisinya, waktu terus berjalan dengan angkuhnya tanpa menunggu, aku harus bilang
aku mencintainya sekeras-keras mungkin di dekatnya, aku ingin dia mendengar
kalimat yang tidak pernah terucap di bibirku itu.
Aku melihat Irwan temanku di depan pintu UGD
itu, Irwan lalu mengantarku masuk katanya Fian telah menungguku di dalam. Aku
melihat lumuran darah di seprei ranjang, itu darah Fian, Fian telah banyak
kehilangan darah. Ibu, Ayah, dan kakaknya ada di sisi kanan kiri ranjang tempat
Fian terbaring lemah, aku ingin sekali melihatnya tapi aku tidak bisa… Lia
menggiringku ke sebelah Fian, kakak Fian mundur dan membiarkanku sendiri berada
di sisi kiri Fian. Aku hanya diam..,aku melihat wajah Fian pucat seperti kapas,
tangannya penuh dengan luka-luka, lehernya di sanggah dengan penyangga leher, aku
jadi seperti kehilangan jiwa, serasa hampa, aku tidak bisa bicara apa-apa
karena aku liat Fian juga diam, Fian jadi tidak tampan, dia terlalu pucat dan
aku benci Fian yang seperti itu. Aku hanya meraih telapak tangannya,, dingin
sekali…, padahal telapak tangan Fian selalu hangat ketika menggenggam tanganku.
Tiba-tiba Fian jadi sesak, dokter dan suster
menyuruhku sedikit mundur, aku liat Fian kelelahan, dokter jadi berkeringat
banyak sekali, ibu Fian menjerit ketakutan, dokter mundur, dan tidak lama
kemudian aku mendengar dokter bilang Fian mati.. aku tidak bisa apa-apa, posisi
berdiriku tidak berubah, aku melihat semua orang menangis menjerit sampai Ibu
datang dan membawaku pulang.
Dihari pemakamannya, aku melihatnya tertidur
di tengah-tengah orang banyak, aku mendekat, menatapnya lekat-lekat, aku
melihat sebuah ketenangan, wajahnya putih bersih, bulu matanya indah dan
alisnya hitam tebal, aku menyukai semuanya tapi sebentar lagi semuanya akan
menghilang dari sisiku, dia akan pergi jauh menembus tujuh lapis langit dan
mendekat di sisi Tuhan, tapi rasanya aku belum bisa Tuhan…, belum bisa
melepasnya, aku masih ingin dia selalu ada disisiku, menjadi sandaran di
hari-hariku, satu tahun rasanya belum cukup, masih ingin membuat kenangan lebih
banyak lagi. Hari itu hujan, kubiarkan diriku dibalut rasa mendung seperti awan
yang kelihatan bersedih melepasnya pergi… Setelah hari itu, aku jadi pendiam,
aku tidak bisa bicara apa-apa.
***
Dua hari setelah itu aku memutuskan kembali
ke sekolah, tapi sewaktu pulang aku jadi terbangun di sebuah ruangan, di sisiku
ada ibu, ayah, dan teman-temanku, mereka seperti memandangku dengan rasa ibah
yang mendalam. Aku tanya sama Ibu, aku di mana? Ibu bilang aku di rumah sakit,
aku habis kecelakaan, jatuh dari motor sewaktu diboncengkan pulang oleh Lia.
Aku jadi bingung, aku sama sekali tidak mengingat kejadian itu, terakhir aku
melihat Fian memintaku mengikutinya tapi aku tersentak oleh tangisan ibuku dan
tersadar, ternyata itu hanya mimpi, aku terlalu merindukan Fian, malaikatku…
Dua hari di rumah sakit, aku jadi sering
muntah, dan di muntahanku itu ada banyak bercak merah, itu darah, aku juga
tidak bisa melihat jelas dan mengingat jelas siapa yang lalu lalang di dekatku.
Dokter lalu memeriksa ulang diriku secara lengkap dan orang-orang di
sekelilingku spontan shock ketika dokter meminta Ayahku menandatangani surat persetujuan
operasi, kata dokter ada pendarahan di bagian dalam kepalaku dan itu harus
disedot sebelum jauh menjalar ke dalam otakku dan merusak saraf-sarafku. Aku
tidak menyadari banyak, yang aku sadari aku di bawa ke ruangan, di atasku ada
banyak lampu membentuk lingkaran yang cahayanya perlahan-lahan meredup lalu
menghilang. Aku sadar kembali di sebuah ruangan, aku bisa menggerakkan
tanganku, aku memeriksa kepalaku, ada banyak balutan yang menutupi seluruh
kepalaku, aku juga mendapati sebuah selang di atas kepalaku yang sepertinya
tertancap masuk ke dalam kepalaku. Aku rasanya pasrah, aku tau aku sudah tidak
punya satupun helaian rambut lagi, aku dibotak habis, tapi aku sama sekali
tidak bersedih karena itu, semua tetap saja serasa hampa, kosong..yang aku tau…malaikatku
sudah diambil Tuhan, tidak akan ada lagi yang memuji tulisan-tulisanku, tidak
akan ada lagi yang akan mengelus-ngelus kepalaku..,aku seperti kehilangan
sandaran, dan sepertinya aku akan sering terjatuh setelah kepergiannya karena
aku kehilangan penopang..Fian adalah penopangku..
Dua minggu berlalu di rumah sakit, aku
menjalani hari-hari sebagai pasien yang nyaris gila karena darah yang hampir
membeku di sekitar otakku, Ayah bilang aku harus berhati-hati dengan kepala
bagian kananku karena tengkoraknya dilepas untuk sementara dan nanti akan
dipasang lagi jika aku sudah benar-benar merasa sudah sehat. Sebenarnya aku
berharap mimpi Fian memintaku ikut itu ada lagi, aku ingin berkata iya padanya
dan mengikutinya supaya aku tidak sendiri, aku bisa bersama Fian selalu tapi
mimpi itu tidak pernah datang lagi.
Sialnya, semua itu terjadi ketika semua
temanku mengikuti ujian semester dan itu membuatku terancam tidak bisa naik
kelas, ketika operasi pemasangan tengkorakku selesai aku kembali ke sekolah dan
berusaha mengejar nilai di empat belas mata pelajaran yang tertinggal.
Hari-hariku jadi semakin sulit, seperti diberi hukuman oleh Tuhan, setelah
mengambil malaikatku, Ia juga membuatku botak dan nyaris membuatku tinggal
kelas.
***
Fian
meninggalkan seorang malaikat pelindung pengganti, itu kak Ilham, kakak Fian…,
walaupun tidak akan bisa menggantikan Fian tapi kak Ilham selalu berusaha
menjagaku seperti adiknya sendiri. Aku jadi selalu menjenguk Fian ditempat
peniduran abadinya dengan Kak Ilham, di sana ada batu nisan yang tertancap ke
tanah, ada ukiran bertuliskan “ALFIANSYAH”
dibawahnya tertulis “1 JANUARI 1992 - 27
NOVEMBER 2007” itu menandakan di dalam tanah itu ada jasad Fian, ada raga
Fian,ada mata indah yang jernih, ada bulu mata indah, ada alis hitam tebal, ada
tangan yang selalu mengelus-ngelus kepalaku dan menggenggam tanganku dengan
hangat tapi aku tau itu semua perlahan hancur dan kembali ke asalnya “TANAH”, tapi ada separuh cintaku yang
tertanam ikut bersama jasadnya yang tidak akan pernah hancur, ada banyak sekali
cinta yang selalu membuncah di hatiku untuk dirinya . K’Ilham bilang Fian sudah bahagia dan tenang
di sisi Tuhan jadi aku tidak boleh selalu menangisinya karena Tuhan akan marah
dan menghukum Fian jika aku masih tidak bisa mengikhlaskannya pergi, jadi tiap
kali air mataku ingin meloncat turun membasahi pipiku aku selalu ingat
kata-kata k’Ilham, itu karena aku tidak ingin mengganggu ketenangan Fian dengan
tangisku, aku tidak mau Tuhan menghukum Fian karena aku sayang Fian…aku sayang
Fian…aku benar-benar sayang Fian…
Jika
aku ingat Fian, rasanya ada rindu di hati yang siap membunuhku jika tidak
segera kutahan, ada rasa sesak…sesak sekali…, aku jadi tidak bisa apa-apa, itu
karena Fian membuatku ketergantungan, aku benar-benar jadi maniak Fian…
Sejak
kepergian Fian, aku tidak pernah lagi menulis di diary ku, itu karena aku masih
tidak bisa mengenang semua waktu bersama Fian yang aku tuliskan di tiap
lembaran diary itu, mulai dari saat aku pertama pacaran, saat aku marah padanya
karena tau ada adik kelasku yang suka padanya, sampai waktu terakhir kali Fian
menggenggam tanganku erat. Tapi hari itu aku jadi berani,, memberanikan diri
membukanya, diary dengan sampul berwarna biru sapphire, ada gambar pohon dengan
daun berguguran tepat seperti perasaanku sejak Tuhan mengambil malaikatku yang
jatuh terus menerus karena penopangku pergi jauh…
Lembaran
pertama…
Lembaran
kedua…
Lembaran
ketiga…
………
Lembaran
ke delapan…, aku terhenti, dadaku sesak…, bumi seperti berhenti berotasi, angin
seperti jadi badai, jari-jariku kaku seperti membeku…,, aliran darahku seperti
terhenti, kupikir aku akan mati saat itu juga, kupikir aku akan menyusul Fian,
kupikir aku akan segera melihat Fian dengan sayap malaikatnya di langit ke
tujuh…, aku melihat wajah malaikatku tersenyum…tampan sekali, ia mengenakan
t-shirt hijau, ada jam di pergelangan tangan kirinya, itu foto Fian…, aku jadi
semakin merindukan Fian, dadaku sakit
sekali…nyaris tidak bisa menahannya, tanpa tersadar seprei ranjangku telah
basah karena air mata yang jatuh dari mataku…
Lembaran
selanjutnya…, ada sebuah catatan yang pernah ditulis Fian..
“kau cantik air…,
bahkan kau jauh lebih cantik dari MISS Universe yang terpilih semalam… aku
jatuh cinta padamu..
setiap detik..
setiap menit…
setiap hari…
selalu…
selamanya…
aku juga suka
sifat acuhmu, cuek, karena bagiku itu tampak lucu…, kau bilang susah menyukai
seseorang tapi aku tidak percaya itu, buktinya kau cepat sekali bilang
mencintaiku. Setiap kali ingat kau bilang kalimat itu, aku tidak bisa menahan tawaku…..itu
karena pipimu tampak merah sekali, waktu itu kau pasti malu kan air… kau tampak
jernih dan berkilau seperti air, kau memang cocok dengan panggilan air… Karena
kau air.., aku ingin selalu jadi ikan, karena aku ingin kau jadi tempat hidupku
selalu…dan aku ingin kau menjaganya agar tidak keruh supaya aku selalu bisa
hidup tenang disisimu…. I LOVE U ANDIEN…..”
Fian…
hingga kini aku selalu menjaga air itu agar tidak keruh, berharap di kehidupan
lain akan ada dirimu, tidak akan ada lagi kata berpisah, tidak ada lagi rasa
sesak yang selalu membuatku nyaris mati… aku tau itu di surga, karena Tuhan
telah berjanji padaku dan umatNya yang lain bahwa jika aku terus jadi anak
baik, aku akan dihadiahkan pasangan sejati yang aku inginkan di surga kelak.
Dulu aku selalu berpikir bahwa jika Tuhan bisa murka, maka aku juga bisa,
tapi dayaku hanya seperti setitik pasir dan bahkan lebih kecil dari itu untuk
menentang Tuhan, aku tidak bisa lawan takdir yang Tuhan berikan padaku, aku
benar-benar terpuruk, seperti tersungkur dalam jurang yang sangat curam,
berpikir tidak akan pernah terbangun lagi dan tidak akan ada yang menolongku…
Kini aku mengerti semuanya….,Tuhan lah yang
menolongku selama ini hingga aku bisa betahan sampai titik ini, Ibu selalu bilang,
Tuhan tau kalau aku kuat jadi Ia memberiku cobaan yang berat agar aku bisa
dapat amal baik yang lebih banyak, jadi aku special…
Kakak Fian, kak ILham juga berkata padaku
bahwa aku memang special terlebih lagi di hati Fian. Ia menyodorkanku beberapa
lembar kertas dan foto, aku mengenali tulisan-tulisan itu, itu adalah
puisi-puisi yang aku berikan pada Fian dan foto itu adalah fotoku. Kak Ilham
bilang Fian menyimpan semuanya dengan baik, kertas-kertas itu jadi tidak ada
lecetnya, rapi sekali.. itu membuatku sadar, Fian sangat mencintaiku. Aku
benar-benar sulit mendapatkan sosok seperti dirinya yang membuat hidupku serasa
sempurna. Hatiku lalu bilang, Fian tidak pernah pergi, ia tidak menghilang dan
meninggalkanku, dia selalu ada di hatiku, selalu…selamanya…
Aku jadi lupa memberitahu Fian, aku tidak
botak lagi, sekarang rambutku panjang, aku tau dia pasti melihatnya dari jauh
dan tersenyum untukku.
Setelah semuanya itu…, aku jadi lebih kuat,
aku lebih bisa menghargai hidup. Aku mengikuti semua pesan Fian, aku berhenti
jadi manja dan jadi lebih kuat. Aku selalu berdoa, tiap kali melihat langit aku
selalu tersenyum karena aku yakin sekarang Fian bahagia berada lebih dekat
dengan Tuhan. I love u so much my hero…,aku mencintaimu malaikatku, selamanya… “1 Januari
1992 – 27 November 2007”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar