Jumat, 22 Februari 2013

Tanda Sebuah Tanya



“Hey anak muda, kapan kau mulai ada di sini?” tanyaku pada pendatang baru yang nampak kebingungan berada di ruang yang ramai dan pengap ini. Tempat ini memang sangat ramai, sampai hampir tak ada lowong lagi. Pengap. Terlalu banyak yang menyesaki. Mereka datang satu persatu tapi hanya sedikit yang pergi. 

“Aku baru saja datang di tempat ini sejam yang lalu, tapi sepertinya aku tidak akan betah”, jawabnya dengan ekspresi datar.

“Kurasa memang demikian, tapi bersabarlah, hanya itu yang mampu kau lakukan”, nasehatku kepada pendatang baru ini.

“Kelihatannya kau penghuni lama di sini, kau banyak tahu keadaan, apalagi kau sudah nampak lumayan renta.”


“Tentu saja, aku pun sudah banyak berkenalan dengan mereka”, kataku sambil menunjuk mereka yang kumaksud. Mereka yang tampak lesu dan bosan. Tak ada yang bisa dikerjakan di sini. Apalagi penghuninya terlalu banyak, aku malas ke sana ke mari dan harus saling bertubrukan dengan mereka.

“Kau kenapa tidak pergi saja kalau begitu?”

“Kau nampaknya belum tahu sama sekali, kita ada di sini atas kehendak si tuan yang memiliki tempat ini dan juga akan pergi atas kehendaknya”, aku menjawabnya dengan sedikit lebih tegas dan suara yang lebih keras agar dia benar-benar bisa mengerti.

“Kurasa aku tahu siapa yang kau maksud tuan itu, ia berambut gondrong sampai sebahu. Kulitnya coklat dan jarang dibersihkan. Matanya bulat. Dagunya runcing. Tingginya sekitar 170 cm. Ia suka mengeluarkan asap dari mulutnya yang akan mengepul di udara dan selanjutnya di hirup kembali. Aku datang saat dia sedang melakukan kebiasaannya itu”

Aku tahu dia akan mengatakan itu, sebab kebanyakan dari mereka yang ada di sini datang di saat si tuan sedang melakukan ritualnya tersebut. Tapi aku tentu saja lain. Aku memang sudah cukup lama ada di tempat ini tapi aku ingat semua yang terjadi selama kurang lebih lima belas tahun ini, termasuk bagaimana aku bisa ada di tempat ini. 

Akan kuceritakan sedikit, dan dengarlah baik-baik sebab aku tak akan mengulangnya. Sebab mengulang cerita ini seperti menumbuhkan kekecewaan itu lagi untuk sekian kalinya. 

Aku datang pada tanggal 12 Januari 2000. Kala itu, si tuan masih berumur tiga belas tahun. Saat itu, ia sedang belajar memetik senar sebuah gitar kayu yang dibelikan oleh Pamannya. Hari itu ia begitu serius belajar nada demi nada, irama demi irama. Ia mempelajarinya dengan semangat yang menyala-nyala, matanya berbinar-binar karena luapan semangatnya yang luar biasa untuk tahu cara menggunakan gitar. Hari itu, tentu saja tidak di selingi dengan asap yang mengepul di udara. Kemudian di akhir hari belajarnya, ia berjanji akan menjadi seorang gitaris terkenal di Indonesia, hingga pertanyaan itu pun muncul, “Kapan yah (?)” 

Akulah tanda tanya yang hidup sejak saat itu, datang di ruang yang pengap ini. Aku menunggu ia menjawab pertanyaannya, agar aku…si tanda tanya yang telah renta ini dapat segera pergi. Dulu sempat beberapa kali hampir berhasil, tapi…si tuan ini juga berkali-kali mengangkat bendera putih tanda menyerah. Aku pun kecewa. Aku tidak suka ditarik ulur. Sampai akhirnya kini…aku hanyalah sebuah tanda tanya yang tak kunjung dijawab. 

Itulah alasan kenapa aku membenci manusia, mereka seenaknya menggunakan kami dan menyimpan kami di ruang pengap seperti ini. Tanpa terjawab, mereka terus sibuk mendatangkan tanda tanya yang lain hingga ruang ini makin ramai, pengap, dan sesak. Bukan hanya manusia yang memiliki umur. Kami pun punya. Jika sudah terlalu lama tersimpan di dalam ruangan seperti ini, yang tak lain adalah tempat yang biasa disebut alam pikir manusia, kami pun makin kusut, makin keriput, dan makin renta. Tapi kami tak mati selama tuan kami masih bisa bernafas. Kesempatan manusia selalu ada selama ia hidup dan kami pun adalah tanda yang selalu digunakan untuk harapan-harapan itu. Tanda…, apakah harapannya bisa terwujud atau tidak. 

Harus kuakui, tuanku memang sangat ahli dalam memetik gitar. Suaranya juga cukup bagus. Ia juga bisa mencipta lagunya sendiri. Sebenarnya dulu, sekitar tiga tahun yang lalu, aku hampir bebas. Tuanku hampir ditawari rekaman di salah satu label musik terkenal. Tapi ia mundur dengan alasan aturan yang harus dijalankannya selama masa kontrak terlalu berat. Tuanku ini sangat pemilih dan itu menyulitkanku.

“Kalau boleh tahu, apa tanya yang dicipta si tuan, hingga kau bisa ada di sini?” tanyaku pada si pendatang baru.

“Ia bertanya, apakah Lana pacarnya akan datang untuk membuatkannya kopi hangat sore ini (?)”

“Baguslah, itu pertanyaan yang akan segera terjawab. Sore nanti kau akan pergi dengan lega. Entah itu jawabannya iya atau tidak”

“Semoga saja iya, agar si tuan senang”

“Halah…, kau tidak perlu berpikir dia akan senang atau tidak. Toh tugas kita hanya sebagai tanda pada sebuah tanya. Kita hanya butuh jawaban”

“Benar juga. Oya..., kau mengenal Lana?”

“Lana itu adalah pacarnya si tuan, dulu juga banyak tanda tanya yang datang atas nama Lana, tapi mereka segera pergi karena selalu cepat terjawab. Nasibmu akan bagus jika tanya yang dicipta si tuan berhubungan dengan Lana”

“Lalu kau sendiri?  Kapan kau datang dan kira-kira kapan kau akan bebas?”

Hufff…si pendatang baru ini menanyaiku pertanyaan ini. Aku tidak suka. Sungguh….

“Emm..aku datang tahun dua ribu silam dan mungkin aku masih akan lama di tempat ini”

“Yuhuuu…aku akhirnya bebas!!!” teriak salah satu dari sekian banyak tanda tanya di ruangan ini. Ia mengagetkan kami yang sedang asyik mengobrol. Perhatianku pun langsung fokus kepada si tanda tanya yang berteriak tadi. Ia melompat kegirangan, perlahan melayang, terbang jauh ke langit-langit ruangan dan akhirnya menyusut..menyusut..hingga yang terlihat hanya sebuah titik lalu menghilang. Sensasi kebebasan yang luar biasa. Aku telah lama menginginkannya.

“Dia telah terjawab bukan?” tanya si pendatang baru.

“Tentu saja, ia sungguh beruntung”

Sore pun bersambut. Matahari perlahan turun sedikit demi sedikit.  Bias cahanya membuat langit perlahan berubah warna dari biru yang lembut menjadi warna yang keemasan dan sedikit ungu yang anggun.

“Hey pendatang baru, Lana belum juga datang. Apakah kau akan dijawab dengan kata tidak?”

“Mungkin…, huff”

“Tidak biasanya. Biasanya…, Lana selalu memberikan jawaban iya”

“Kurasa aku harus menunggu sampai matahari terbenam”

Tidak lama kemudian, Lana pun datang. Ia berjalan dengan anggun dan menyapa tuan dengan kecupan mesra di pipi. “Kau sudah lama menunggu Arga sayang?” tanya Lana dengan senyum manisnya.

“Tidak juga, tapi aku berharap kau datang dan kau memenuhi harapanku sore ini”

Si pendatang baru pun terjawab. Ia adalah tanda yang akan bebas. Tapi harusnya ia telah pergi sejak tadi, tapi kenapa ia tidak beranjak pergi juga? “Hey anak muda, kenapa kau masih di sini?”


“Karena pertanyaannya belum terjawab seluruhnya. Kita masih tidak tahu, apakah Lana akan membuatkan tuan kopi atau tidak”

Benar juga. Aku pun menemani si pendatang baru dengan rasa penasaran. Apakah si pendatang baru akan sempurna dijawab iya atau hanya setengah iya dan setengah tidak. 

“Sayang.., kau ingin kubuatkan kopi?” tanya Lana

“Tentu saja, masuklah ke dapur, kurasa aku masih punya stok kopi”

“Kau lihat anak muda? Kau akan benar-benar terjawab sempurna”, kataku pada si tanda tanya yang baru ada beberapa jam yang lalu ini.

“Semoga”, jawabnya dengan ekspresi penuh harap.

Sepuluh menit kemudian, Lana keluar dengan membawa cangkir. Kurasa itu isinya kopi. “Kopinya sudah jadi, kau terjawab dengan nilai sempurna anak muda”

“Sayang…aku tidak menemukan kopi di dapur, kurasa kopinya memang habis. Tapi aku membuatkanmu teh, ini !” Lana meletakkan cangkir itu dengan anggun di meja depan tuan duduk.

“Aku tidak terjawab sempurna, tapi..tak apa, yang penting tugasku sudah selesai. Selamat tinggal.., semoga kau juga akan segera bebas.” Si pendatang baru pun melayang perlahan ke langit-langit ruangan. Ia juga mengalami formasi bebas yang sama dengan tanda tanya yang telah bebas sebelum-sebelumnya. Hingga akhirnya ia hanya terlihat sebagai sebuah titik dan menghilang, memuai di udara sana. Sementara aku? Aku masih sebuah tanda tanya yang menunggu untuk terjawab. Jika impian tuanku telah terwujud, maka aku akan bebas. Seandainya tuanku ini bisa mendengarku, aku ingin mengatakan padanya, "Hey manusia yang sangat mahir dan ahli dalam bertanya, tolong berilah aku jawaban segera sebab aku sudah terlalu lama menunggu di ruang yang membosankan ini !"

5 komentar:

  1. Semakin Kubaca, semakin ku melayang....!!!
    cuma itu yg bisa q katakan....!!!!

    salut....!!!

    BalasHapus
  2. Dari tahun 2000 hingga sekarang belum dibuatkan kopi? Mungkin, si Lana punya kenangan yang sama dengan rasa kopi itu...

    BalasHapus
  3. tanda tanya,jadi inget film tanda tanya... :D
    salam kenal

    BalasHapus
  4. singgah di blog ini salam silaturohim

    BalasHapus

design by Nur Mustaqimah Copyright© All Rights Reserved coretankeciliemha.blogspot.com