“Hey
anak muda, kapan kau mulai ada di sini?” tanyaku pada pendatang baru yang
nampak kebingungan berada di ruang yang ramai dan pengap ini. Tempat ini memang
sangat ramai, sampai hampir tak ada lowong lagi. Pengap. Terlalu banyak yang
menyesaki. Mereka datang satu persatu tapi hanya sedikit yang pergi.
“Aku
baru saja datang di tempat ini sejam yang lalu, tapi sepertinya aku tidak akan
betah”, jawabnya dengan ekspresi datar.
“Kurasa
memang demikian, tapi bersabarlah, hanya itu yang mampu kau lakukan”, nasehatku
kepada pendatang baru ini.
“Kelihatannya
kau penghuni lama di sini, kau banyak tahu keadaan, apalagi kau sudah nampak
lumayan renta.”
“Tentu
saja, aku pun sudah banyak
berkenalan dengan mereka”, kataku sambil menunjuk mereka yang kumaksud. Mereka
yang tampak lesu dan bosan. Tak ada yang bisa dikerjakan di sini. Apalagi
penghuninya terlalu banyak, aku malas ke sana ke mari dan harus saling
bertubrukan dengan mereka.
“Kau
kenapa tidak pergi saja kalau begitu?”
“Kau
nampaknya belum tahu sama sekali, kita ada di sini atas kehendak si tuan yang
memiliki tempat ini dan juga akan pergi atas kehendaknya”, aku menjawabnya
dengan sedikit lebih tegas dan suara yang lebih keras agar dia benar-benar bisa
mengerti.
“Kurasa
aku tahu siapa yang kau maksud tuan itu, ia berambut gondrong sampai sebahu.
Kulitnya coklat dan jarang dibersihkan. Matanya bulat. Dagunya runcing.
Tingginya sekitar 170 cm. Ia suka mengeluarkan asap dari mulutnya yang akan mengepul
di udara dan selanjutnya di hirup kembali. Aku datang saat dia sedang melakukan
kebiasaannya itu”
Aku
tahu dia akan mengatakan itu, sebab kebanyakan dari mereka yang ada di sini
datang di saat si tuan sedang melakukan ritualnya tersebut. Tapi aku tentu saja
lain. Aku memang sudah cukup lama ada di tempat ini tapi aku ingat semua yang
terjadi selama kurang lebih lima belas tahun ini, termasuk bagaimana aku bisa ada
di tempat ini.
Akan
kuceritakan sedikit, dan dengarlah baik-baik sebab aku tak akan mengulangnya.
Sebab mengulang cerita ini seperti menumbuhkan kekecewaan itu lagi untuk sekian
kalinya.
Aku
datang pada tanggal 12 Januari 2000. Kala itu, si tuan masih berumur tiga belas tahun. Saat itu, ia sedang belajar memetik
senar sebuah gitar kayu yang dibelikan oleh Pamannya. Hari itu ia begitu serius
belajar nada demi nada, irama demi irama. Ia mempelajarinya dengan semangat
yang menyala-nyala, matanya berbinar-binar karena luapan semangatnya yang luar
biasa untuk tahu cara menggunakan gitar. Hari itu, tentu saja tidak di selingi
dengan asap yang mengepul di udara. Kemudian di akhir hari belajarnya, ia
berjanji akan menjadi seorang gitaris terkenal di Indonesia, hingga
pertanyaan itu pun muncul, “Kapan yah (?)”
Akulah
tanda tanya yang hidup sejak saat itu, datang di ruang yang pengap ini. Aku
menunggu ia menjawab pertanyaannya, agar aku…si tanda tanya yang telah renta ini
dapat segera pergi. Dulu sempat beberapa kali hampir berhasil, tapi…si tuan ini
juga berkali-kali mengangkat bendera putih tanda menyerah. Aku pun kecewa. Aku
tidak suka ditarik ulur. Sampai akhirnya kini…aku hanyalah sebuah tanda tanya
yang tak kunjung dijawab.
Itulah
alasan kenapa aku membenci manusia, mereka seenaknya menggunakan kami dan
menyimpan kami di ruang pengap seperti ini. Tanpa terjawab, mereka terus sibuk
mendatangkan tanda tanya yang lain hingga ruang ini makin ramai, pengap, dan
sesak. Bukan hanya manusia yang memiliki umur. Kami pun punya. Jika sudah
terlalu lama tersimpan di dalam ruangan seperti ini, yang tak lain adalah
tempat yang biasa disebut alam pikir manusia, kami pun makin kusut, makin
keriput, dan makin renta. Tapi kami tak mati selama tuan kami masih bisa
bernafas. Kesempatan manusia selalu ada selama ia hidup dan kami pun adalah
tanda yang selalu digunakan untuk harapan-harapan itu. Tanda…, apakah harapannya
bisa terwujud atau tidak.
Harus kuakui, tuanku memang sangat ahli dalam memetik gitar. Suaranya juga cukup bagus. Ia juga bisa mencipta lagunya sendiri. Sebenarnya dulu, sekitar tiga tahun yang lalu, aku hampir bebas. Tuanku hampir ditawari rekaman di salah satu label musik terkenal. Tapi ia mundur dengan alasan aturan yang harus dijalankannya selama masa kontrak terlalu berat. Tuanku ini sangat pemilih dan itu menyulitkanku.
“Kalau
boleh tahu, apa tanya yang dicipta si tuan, hingga kau bisa ada di sini?”
tanyaku pada si pendatang baru.
“Ia
bertanya, apakah Lana pacarnya akan datang untuk membuatkannya kopi hangat sore
ini (?)”
“Baguslah,
itu pertanyaan yang akan segera terjawab. Sore nanti kau akan pergi dengan
lega. Entah itu jawabannya iya atau tidak”
“Semoga
saja iya, agar si tuan senang”
“Halah…,
kau tidak perlu berpikir dia akan senang atau tidak. Toh tugas kita hanya
sebagai tanda pada sebuah tanya. Kita hanya butuh jawaban”
“Benar
juga. Oya..., kau mengenal Lana?”
“Lana
itu adalah pacarnya si tuan, dulu juga banyak tanda tanya yang datang atas nama
Lana, tapi mereka segera pergi karena selalu cepat terjawab. Nasibmu akan bagus
jika tanya yang dicipta si tuan berhubungan dengan Lana”
“Lalu
kau sendiri? Kapan kau datang dan
kira-kira kapan kau akan bebas?”
Hufff…si
pendatang baru ini menanyaiku pertanyaan ini. Aku tidak suka. Sungguh….
“Emm..aku
datang tahun dua ribu silam dan mungkin aku masih akan lama di tempat
ini”
“Yuhuuu…aku
akhirnya bebas!!!” teriak salah satu dari sekian banyak tanda tanya di ruangan
ini. Ia mengagetkan kami yang sedang asyik mengobrol. Perhatianku pun langsung
fokus kepada si tanda tanya yang berteriak tadi. Ia melompat kegirangan,
perlahan melayang, terbang jauh ke langit-langit ruangan dan akhirnya
menyusut..menyusut..hingga yang terlihat hanya sebuah titik lalu menghilang.
Sensasi kebebasan yang luar biasa. Aku telah lama menginginkannya.
“Dia
telah terjawab bukan?” tanya si pendatang baru.
“Tentu
saja, ia sungguh beruntung”
Sore
pun bersambut. Matahari perlahan turun sedikit demi sedikit. Bias cahanya membuat langit perlahan berubah
warna dari biru yang lembut menjadi warna yang keemasan dan sedikit ungu yang
anggun.
“Hey
pendatang baru, Lana belum juga datang. Apakah kau akan dijawab dengan kata
tidak?”
“Mungkin…,
huff”
“Tidak
biasanya. Biasanya…, Lana selalu memberikan jawaban iya”
“Kurasa
aku harus menunggu sampai matahari terbenam”
Tidak
lama kemudian, Lana pun datang. Ia berjalan dengan anggun dan menyapa tuan
dengan kecupan mesra di pipi. “Kau
sudah lama menunggu Arga sayang?” tanya Lana dengan senyum manisnya.
“Tidak
juga, tapi aku berharap kau datang dan kau memenuhi harapanku sore ini”
Si
pendatang baru pun terjawab. Ia adalah tanda yang akan bebas. Tapi harusnya ia
telah pergi sejak tadi, tapi kenapa ia tidak beranjak pergi juga? “Hey
anak muda, kenapa kau masih di sini?”
“Karena
pertanyaannya belum terjawab seluruhnya. Kita masih tidak tahu, apakah Lana
akan membuatkan tuan kopi atau tidak”
Benar
juga. Aku pun menemani si pendatang baru dengan rasa penasaran. Apakah si
pendatang baru akan sempurna dijawab iya atau hanya setengah iya dan setengah
tidak.
“Sayang..,
kau ingin kubuatkan kopi?” tanya Lana
“Tentu
saja, masuklah ke dapur, kurasa aku masih punya stok kopi”
“Kau
lihat anak muda? Kau akan benar-benar terjawab sempurna”, kataku pada si tanda
tanya yang baru ada beberapa jam yang lalu ini.
“Semoga”,
jawabnya dengan ekspresi penuh harap.
Sepuluh
menit kemudian, Lana keluar dengan membawa cangkir. Kurasa itu isinya kopi. “Kopinya
sudah jadi, kau terjawab dengan nilai sempurna anak muda”
“Sayang…aku
tidak menemukan kopi di dapur, kurasa kopinya memang habis. Tapi aku
membuatkanmu teh, ini !” Lana meletakkan cangkir itu dengan anggun di meja depan
tuan duduk.
“Aku
tidak terjawab sempurna, tapi..tak apa, yang penting tugasku sudah selesai.
Selamat tinggal.., semoga kau juga akan segera bebas.” Si pendatang baru pun
melayang perlahan ke langit-langit ruangan. Ia juga mengalami formasi bebas
yang sama dengan tanda tanya yang telah bebas sebelum-sebelumnya. Hingga
akhirnya ia hanya terlihat sebagai sebuah titik dan menghilang, memuai di udara
sana. Sementara aku? Aku masih sebuah tanda tanya yang menunggu untuk terjawab.
Jika impian tuanku telah terwujud, maka aku akan bebas. Seandainya tuanku ini
bisa mendengarku, aku ingin mengatakan padanya, "Hey manusia yang sangat mahir dan ahli dalam bertanya, tolong berilah aku jawaban
segera sebab aku sudah terlalu lama menunggu di ruang yang membosankan ini !"
Semakin Kubaca, semakin ku melayang....!!!
BalasHapuscuma itu yg bisa q katakan....!!!!
salut....!!!
Dari tahun 2000 hingga sekarang belum dibuatkan kopi? Mungkin, si Lana punya kenangan yang sama dengan rasa kopi itu...
BalasHapustanda tanya,jadi inget film tanda tanya... :D
BalasHapussalam kenal
ide fantasi ceritanya bagus :)
BalasHapussinggah di blog ini salam silaturohim
BalasHapus