Ada saatnya seseorang harus pergi tanpa
ada pilihan sama sekali. Kita hanya harus pergi tanpa dimintai persetujuan
ingin atau tidak ingin. Ketika Tuhan menginginkan kepunyaanNnya kembali
walaupun sebenarnya tidak ada yang pernah pergi dariNya. Tangan kecil kita
tidak mampu lagi memegangi penopang dan kaki kecil kita juga tidak bisa berlari
lagi. Kita mati tapi tetap hidup untuk masa dan ruang yang berbeda sampai saatnya
Tuhan menjadikan kita benar-benar menjadi tiada.
Satu manusia dengan manusia yang lainnya
pun lagi-lagi terhubung satu sama lain. Terhubung lewat apa yang dinamakan KEMATIAN.
Setiap manusia yang mati menjadi penghubung Tuhan dengan manusia yang hidup
dalam menegur dan membelajarkan. Manusia yang hidup pun akhirnya akan tiba pada
kematian yang telah dibelajarkan sebelumnya dan mengambil alih tugas menjadi penghubung
Tuhan dalam membelajarkan manusia yang hidup lainnya. Begitu seterusnya.
KEMATIAN pada akhirnya menjadi pembelajaran yang paling penting dibandingkan
Sains, Ilmu social, dan ilmu-ilmu duniawi lainnya. Sebab Tuhan tidak pernah
memberi pilihan pada manusia, ingin mati atau tidak ingin. Semua manusia pada
akhirnya akan melewatinya.
Hari ini saya kembali menjadi yang
dibelajarkan lewat kematian seseorang. Seseorang yang sempat menjadi salah satu
yang paling berharga dalam hidup saya. Saya kembali dibelajarkan bahwa tidak ada
satupun kekayaan duniawi yang akan kita bawa ke sana. Tidak satupun. Tiba-tiba
kita lost contact dengan orang-orang yang dulu selalu bisa mendengarkan kita
atau berkomunikasi dengan kita. Tapi sesuatu yang dituju semakin jelas dan
dekat, “Tuhan”.
Dulu, saya selalu berpikir, mungkin saya
akan menjadi gila jika hidup tanpa dia. Saya selalu menanamkan dalam pikiran
saya, bahwa tidak ada yang lebih baik dari dirinya. Saya membayangkan hal-hal
yang membuat saya cemas dan takut. Sampai tiga tahun yang lalu, kami
berpisah..perlahan tidak berkomunikasi sama sekali, sampai benar-benar tidak
pernah memikirkannya lagi. Saya sadar bahwa ternyata hanya masalah waktu. Waktu
membuat kita menjadi terbiasa. Sampai akhirnya dua minggu yang lalu saya
bertemu kembali dalam kondisi yang lebih menyenangkan, tanpa ada rasa dendam
ataupun menyalahkan sama sekali. Kami hanya saling menyapa dengan senyum lepas
satu sama lain. Saya baik-baik saja dan dia pun demikian. Waktu ternyata adalah
sarana yang sangat ampuh.
Hari ini…saya menyaksikan tubuhnya yang
terbaring kaku. Semua kenangan yang dulu tertutup rapat-rapat dalam kotak
kenangan pun bermunculan satu persatu. Saya pernah bahagia bersamanya. Bersama
orang yang detik itu ditangisi oleh banyak orang. Saya pun menangis, tapi saya
yakin setiap orang dari kami akan menjadi biasa perlahan dengan sarana andalan
itu, “Waktu”. Biasa untuk menerima kepulanganNya pada Sang Maha Pencipta, Yang
Maha Memiliki segalanya. Keterbiasaan yang akan membuat saya dan orang-orang
yang menangisinya hari ini menjadi ikhlas sepenuhnya.
Selamat jalan Mahdi…, I’ll pray for U
brother ^_^
Rabu, 08 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar