Minggu, 21 September 2014

I Let You Go, Doesn't Mean I Wanted To



Ada saatnya seseorang harus pergi tanpa ada pilihan sama sekali. Kita hanya harus pergi tanpa dimintai persetujuan ingin atau tidak ingin. Ketika Tuhan menginginkan kepunyaanNnya kembali walaupun sebenarnya tidak ada yang pernah pergi dariNya. Tangan kecil kita tidak mampu lagi memegangi penopang dan kaki kecil kita juga tidak bisa berlari lagi. Kita mati tapi tetap hidup untuk masa dan ruang yang berbeda sampai saatnya Tuhan menjadikan kita benar-benar menjadi tiada.



Satu manusia dengan manusia yang lainnya pun lagi-lagi terhubung satu sama lain. Terhubung lewat apa yang dinamakan KEMATIAN. Setiap manusia yang mati menjadi penghubung Tuhan dengan manusia yang hidup dalam menegur dan membelajarkan. Manusia yang hidup pun akhirnya akan tiba pada kematian yang telah dibelajarkan sebelumnya dan mengambil alih tugas menjadi penghubung Tuhan dalam membelajarkan manusia yang hidup lainnya. Begitu seterusnya. KEMATIAN pada akhirnya menjadi pembelajaran yang paling penting dibandingkan Sains, Ilmu social, dan ilmu-ilmu duniawi lainnya. Sebab Tuhan tidak pernah memberi pilihan pada manusia, ingin mati atau tidak ingin. Semua manusia pada akhirnya akan melewatinya.

Hari ini saya kembali menjadi yang dibelajarkan lewat kematian seseorang. Seseorang yang sempat menjadi salah satu yang paling berharga dalam hidup saya. Saya kembali dibelajarkan bahwa tidak ada satupun kekayaan duniawi yang akan kita bawa ke sana. Tidak satupun. Tiba-tiba kita lost contact dengan orang-orang yang dulu selalu bisa mendengarkan kita atau berkomunikasi dengan kita. Tapi sesuatu yang dituju semakin jelas dan dekat, “Tuhan”.

Dulu, saya selalu berpikir, mungkin saya akan menjadi gila jika hidup tanpa dia. Saya selalu menanamkan dalam pikiran saya, bahwa tidak ada yang lebih baik dari dirinya. Saya membayangkan hal-hal yang membuat saya cemas dan takut. Sampai tiga tahun yang lalu, kami berpisah..perlahan tidak berkomunikasi sama sekali, sampai benar-benar tidak pernah memikirkannya lagi. Saya sadar bahwa ternyata hanya masalah waktu. Waktu membuat kita menjadi terbiasa. Sampai akhirnya dua minggu yang lalu saya bertemu kembali dalam kondisi yang lebih menyenangkan, tanpa ada rasa dendam ataupun menyalahkan sama sekali. Kami hanya saling menyapa dengan senyum lepas satu sama lain. Saya baik-baik saja dan dia pun demikian. Waktu ternyata adalah sarana yang sangat ampuh.

Hari ini…saya menyaksikan tubuhnya yang terbaring kaku. Semua kenangan yang dulu tertutup rapat-rapat dalam kotak kenangan pun bermunculan satu persatu. Saya pernah bahagia bersamanya. Bersama orang yang detik itu ditangisi oleh banyak orang. Saya pun menangis, tapi saya yakin setiap orang dari kami akan menjadi biasa perlahan dengan sarana andalan itu, “Waktu”. Biasa untuk menerima kepulanganNya pada Sang Maha Pencipta, Yang Maha Memiliki segalanya. Keterbiasaan yang akan membuat saya dan orang-orang yang menangisinya hari ini menjadi ikhlas sepenuhnya. 

Selamat jalan Mahdi…, I’ll pray for U brother ^_^
Rabu, 08 Januari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

design by Nur Mustaqimah Copyright© All Rights Reserved coretankeciliemha.blogspot.com