Aula itu tampak penuh dengan mahasiswa berseragam
hitam putih. Rin memasuki aula dengan langkah kaki yang canggung. Semua orang
di aula itu menusuknya dengan tatapan sinis dan aneh. Seperti seorang pencuri
yang baru saja tertangkap basah. Tangan kanannya diangkat seperti ingin hormat
tapi tidak, ia mengangkatnya untuk menutupi mukanya yang mulai memerah.
Bagus…,kesan buruk dihari pertama kuliah.
Keningnya mengernyit dan alis tebalnya bersambung.
Rin
memilih berdiri di sudut paling belakang. Dari sana ia bisa menangkap berbagai
macam raut muka mahasiswa baru lainnya, sebab semakin ke belakang, tempat
pijakan itu semakin tinggi. Persis anak tangga. Seperti psikiater handal, ia
terus membaca gelagat orang-orang yang sempat dilihatnya, namun semuanya tampak
hampir sama, tegang.
“Kepada
Alfian Alamsyah, ketua himpunan jurusan, dipersilahkan untuk menyampaikan
sepatah, dua kata, kepada mahasiswa baru”. Fian pun sedikit maju ke depan,
berdiri tegap, dan berdehem sebelum memulai pembicaraannya. Rin tersentak, ia
mengenali lelaki tinggi kurus itu. Sial…ternyata
dia ketua himpunan, syitt !
Fian
kemudian memulainya, “Selamat pagi adik-adikku calon arsitek handal. Hari ini
akan menjadi hari bersejarah bagi kalian. Hari dimana kalian akan benar-benar
sadar bahwa dunia kalian sekarang telah berbeda, dari dunia putih abu-abu ke dunia
yang lebih membutuhkan sebuah konsistensi besar. Tidak peduli apa alasan kalian
memasuki jurusan ini, yang pastinya ini adalah sebuah pilihan yang harus kalian
jalani. Teknik adalah fakultas yang menjunjung tinggi solidaritas, maka kalian
mulai hari ini adalah bagian dari keluarga teknik. Selamat atas keberhasilan
kalian karena melangkah lebih maju lagi hari ini. Selamat sekali lagi untuk
kalian calon arsitek handal !”.
Rasa
kaget Rin seketika mencair dan berganti dengan rasa bangga yang membuncah dari
hatinya. Kalimat yang diucapkan Fian benar-benar menghipnotis seisi ruangan,
singkat namun bermakna. Kalimat-kalimat itu seakan membangunkannya dari mimpi
indah ditidur pulasnya, mimpi yang benar-benar menjadi real, kenyataan yang tak terelakkan lagi. Aku adalah seorang calon arsitek handal Ayah, Ibu…, bisiknya dalam
hati sambil mengembangkan senyuman manis dari bibir tipisnya yang melengkung
indah. Rasa haru yang tidak bisa terbendung lagi.
*****
Sekumpulan
mahasiswa baru di aula itu bubar dan diarahkan ke halaman samping fakultas .
Rin teringat dengan wanti-wanti Fian sebelum masuk aula. Ia semakin gelisah,
otaknya berpikir keras tentang cara yang bisa dipakainya menghindar dari
ancaman singa buas yang bernama Fian. Ia menengok ke pintu aula, tampak lelaki tinggi
kurus itu sedang berbincang-bincang. Rin memilih menyusup ke dalam gerombolan
mahasiswa baru yang keluar dan sangat hati-hati melewati pintu.
Langkah
kakinya tiba-tiba tertahan, lengannya tergenggam keras oleh seseorang yang
menariknya keluar dari gerombolan itu. Rin memilih memejamkan matanya, berniat
menghindari tatapan yang bisa menangkap sosok yang sedari tadi dihindarinya. Mampus..., gumamnya dalam hati.
“Eh
poni, mau lari ya?” Rin mengenal suara serak itu, perlahan ia membuka matanya
dan mendongak. Bener kan, gue bilang juga
apa. Pasti dia…
“Karena
kamu coba melarikan diri atas kesalahan yang sudah kamu perbuat tadi, kamu
mesti dapat hukuman yang bisa bikin kamu kapok. Ayo ikut saya!” Genggaman Fian
di lengan Rin semakin erat dan kembali menariknya menjauh dari aula itu. Kali
ini Fian membawa gadis kurus itu ke halaman tempat mahasiswa baru lainnya
berkumpul. Tepat di hadapan seluruh mahasiswa baru Teknik Arsitektur yang telah
berbaris rapi.
“Semuanya,
perhatikan baik-baik ! Menurut kalian orang yang mengabaikan kedisiplinan waktu
pantas disebut sebagai seorang calon arsitek?” tanya Fian sambil mengarahkan
jari telunjuknya ke arah Rin. Tidak bisa lari dari apa pun lagi, Rin terpaksa
rela menjadi pusat perhatian kala itu. Pundaknya kelihatan lemah, tidak tampak
tegap penuh semangat seperti biasanya.
“Tidak
!” jawab mahasiswa-mahasiswa berseragam putih hitam yang ada di hadapannya
dengan serempak.
“Menurut
kalian orang yang enggan bertanggung jawab atas kesalahannya dan hendak melarikan
diri itu pantas disebut sebagai seorang calon arsitek?”
“Tidak
!”
“Oke,
menurut kalian, apa hukuman yang pantas untuk orang seperti ini ?” Pertanyaan yang
satu ini tidak dijawab serempak lagi. Semuanya diam dan suasana hening sejenak.
Rin pun berkeringat dingin menunggu vonis dari senior yang sedari tadi
mempermalukannya.
“Kalau
begitu, saya yang akan memberi hukuman. Sekarang juga cari orang yang namanya
Ratih di gedung ini, ambil fotonya, dan bawa ke sini dalam waktu 20 menit.
Rambutnya berombak dan di hidung sisi kirinya ada tahi lalat. Kalau tidak
berhasil…, siap-siap untuk lari naik turun dari lantai paling atas ke lantai
satu sebanyak sepuluh kali”. Tanpa menunggu komentar apapun dari Rin, Fian
bergegas memberi aba-aba, “Mulai!”
Rin
spontan menggerakkan sepasang kakinya yang hari itu tidak diberi jeda sama
sekali untuk beristirahat. Otaknya berputar mencari cara cepat untuk menemukan
orang yang bernama Ratih dengan tahi lalat di hidung sisi kirinya. Orang di
gedung itu sangat banyak dan entah bagaimana caranya untuk mencari satu dari
sekian banyak orang. Rin menanyai setiap orang yang di dapatinya sambil
berlari-lari kecil, tapi hasilnya nihil.
Sebuah kantin,
langkahnya terhenti karena godaan minuman dingin yang terpajang di kulkas
khusus minuman. Tenggorokannya yang kering seperti meronta-ronta meminta jatah
pemulihnya. Liurnya ditelan tanda kemauan yang tak bisa ditahan lagi. Rin
memasuki kantin itu, membuka kulkas, dan menjangkau minuman rasa jambu yang
tampak menyegarkan.
“Bayar di sana non !”
Kata Ibu kantin sambil menunjuk seorang perempuan yang kelihatan sangat sibuk
mengurusi para pembeli yang ingin membayar makanan yang telah mereka pesan. Wah..hebat, ni kantin nggak kalah juga dari
restoran, pake kasir segala pula..
“Oya bu, kenal orang
yang namanya Ratih nggak? Dia punya tahi lalat di hidungnya”, tanya Rin dengan
nada dan raut muka yang penuh selidik.
“Kenal lah non, tiap
hari ketemu kok”, jawab ibu itu penuh keyakinan.
“Waduh bu, jangan
bercanda donk..serius nih!” Kali ini Rin benar-benar memelas dan tampak hampir
putus asa.
“Ya serius kok non, itu
di sana Ratih nya!” telunjuk ibu itu mengarahkan Rin menuju sosok Ratih yang
punya tahi lalat di hidungnya. Rin tersentak, ternyata Ratih adalah kasir yang
sedari tadi sibuk mengurusi pembeli itu. Anjrit..,kirain
mahasiswi, ternyata kasir. Emang niat ngerjain gue abis-abisan tuh si Fian.
Tanpa banyak tanya lagi, ia merogoh kantongnya untuk mengambil handphone dan menyalakan fitur kameranya.
“Mbak Ratih…!”
teriaknya sambil mengarahkan kameranya sejajar dengan wajah wanita itu.
Jepret…, Rin berhasil menangkap gambar sesuai dengan perintah Fian tadi.
Rin lari tergesa,
poninya jadi tidak rapi lagi. Raut mukanya benar-benar menunjukkan kelelahan
yang tidak bisa ditolerir lagi. Keringatnya pun telah membasahi keningnya.
Caci-makian sejak tadi berhamburan di relung hatinya seperti siap meledak
sebentar lagi. Jika tidak dapat dikendalikannya sedikit saja, bibir tipisnya
akan meledakkan semuanya dan habislah riwayatnya, ia akan dikenai hukuman yang
mungkin akan lebih melelahkan lagi.
Ia tiba di hadapan Fian
dan beberapa orang seniornya yang lain. Sambil menunduk dan memegangi dadanya
yang sesak karena berlari tanpa jeda, ia menyodorkan handphone yang berisi gambar
perempuan seperti yang diperintahkan Fian.
“Hwahahahahahaha…..,
jago juga lu ya! Tau darimana kalau ini yang namanya Ratih?”
“Dari orang lah kak!”
Jawab Rin dengan wajah sinis. Rasa jengkelnya sudah mencapai puncak.
Sadar dengan rasa lelah
Rin yang terlihat dari mukanya yang sudah mulai pucat dan di sana ada keringat
yang tak kunjung berhenti membasahi keningnya. Fian tidak melanjutkan
pertanyaannya lagi dan memilih memerintahkan Rin beristirahat.
*****
*****
Arrgghh...sial, sial, sial !!! pokoknya gue bakalan jadi Anti Fian forever ! Rin terus menggerutu. Sesekali ia tersenyum sendiri mengingat betapa bodohnya dirinya gara-gara hukuman itu. Selain karena itu, sebenarnya ia sedikit simpati pada Fian. Sebenarnya dia keren juga sihh, lumayan manis..., pikirnya. Ahhh...tapi tetep aja kurang ajar...
*to be continue*
*to be continue*
subhanallah
BalasHapus:) makasih yah krn dah mw baca...
Hapus