Sabtu, 17 Maret 2012

Harapan Si Bodoh Di Bulan Juli


*Cerita di bawah ini adalah episode ke tiga dari cerita berseriku I LOVE U CUEK*


             Awal tahun 2011, hal pertama yang ingin kulakukan adalah menyibukkan diri. Menjadi seorang pengajar tidak cukup untuk membuatku melupakan rasa rindu dan rasa ragu yang terus menghantuiku jika tak bisa kutahan. Aku memutuskan untuk bergabung di sebuah komunitas penulis “Identity” yang aku tahu dari temanku Nhamy. Komunitas bagi orang-orang yang suka menulis. Aku tidak perlu waktu lama di komunitas itu untuk beradaptasi dan akrab dengan anggota-anggotanya. Perkumpulannya memang tidak tiap hari, cukup seminggu dua kali di kafe-kafe atau di rumah pengurusnya. Rasanya semua bebanku tertuang di sana dan impian yang menjauh dulu seperti mendekat kembali, cukup berusaha keras untuk akhirnya bisa aku jangkau. Impianku sejak dulu memang menjadi seorang penulis novel handal.
             Banyak orang-orang dengan kepribadian yang berbeda-beda kukenal di komunitas itu. Namun ada beberapa orang yang tiba-tiba menjadi dekat denganku, seperti mendapatkan sahabat baru. Ada Reni, karyawan di salah satu perusahaan swasta, yang style nya kurang lebih sama denganku, tomboy dan sembarangan, namun terlihat anggun jika dihadapkan oleh aturan kantor. Dan ada Stefy yang usianya lebih muda dari kami berdua, ia masih semester enam di jenjang kuliah S1 nya. Kami bertiga begitu cepat akrab, menghabiskan waktu bersama di tempat-tempat yang menyatukan perbedaan profesi kami. Entah itu nonton bareng ataupun hunting novel favorit kami masing-masing.
              Aku mulai menulis lagi, aku bertekad menyelesaikannya secepat yang aku bisa. Menulis bab-bab novelku seperti melukis sosok Dira di atas kanvas, hanya saja nama tokohnya aku ubah menjadi Adjie. Itu karena Dira lah inspirator terbesarku. Untuk itu…, aku ingin Dira lah orang pertama yang membaca novel pertamaku ini nantinya jika telah selesai.

             Bicara soal Dira…, aku belakangan mulai terbiasa jauh darinya. Walaupun rasa rindu itu masih tetap ada. Aku tetap suka si cuek itu dan tetap masih mencintainya sepenuh hatiku. Penantian akan datangnya hari itu, hari dimana Dira benar-benar bisa menjadi pendamping hidupku selamanya, masih tetap dan akan selalu berlanjut sampai aku sebagai si bodoh dan dia sebagai si cuek disatukan oleh ikatan pernikahan. Aku tidak berlebihan sebab Dira sendirilah yang membuatku dan menginginkanku bermimpi setinggi itu.
Bandung, April 2011
Setelah kurang lebih enam bulan sejak kepulangan Dira ke Yogyakarta, aku mendapatkan kabar baik darinya. Kemarin ia menelfonku dengan video call, aku bersyukur karena dia tampak sehat-sehat saja, bahkan ia terlihat semakin tampan dan lebih dewasa. Membuatku tidak sabar bertemu dengannya lagi. Ia bilang, ia akan ke Bandung sekitar pertengahan bulan Juli tepatnya pada liburan semester siswanya. Rasanya ingin melompati bulan Mei dan Juni ke bulan Juli nanti, ingin cepat memutar waktu dan bertemu dengan lovely cuek “Dira”.
Novel yang kutulispun telah selesai setelah empat bulan lebih menghabiskan waktuku dimeja kerja kamarku setiap pulang dari mengajar. Bahkan seringkali membuatku merasa bersalah pada murid-muridku di sekolah lantaran tidak begitu bersemangat mengajarkan materi-materi pelajaran biologi yang harusnya bisa kujelaskan lebih mendetail jika tidak mengantuk dan menguap beberapa kali lantaran pikiran dan tenagaku terkuras habis di depan laptop untuk penulisan novel pertamaku ini sampai dini hari. Ada nama Dira yang kujadikan pembuka novelku. Novel ini lahir dari inspirator terbesarku “Aldira Alamsyah”, untuknya…kuucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.. “Aku mencintaimu selalu cuek, aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu, dan tak henti mencintaimu..” Seperti itulah kalimat yang kutuliskan di halaman terdepan novelku itu.
Peluang untukku pun terbuka lebar setelah novelku yang berjudul “Karena Aku Bodoh” itu selesai. Sebuah perlombaan penulisan romantic novel skala nasional diadakan oleh sebuah penerbit dan dengan semangat membara aku mendaftarkan diri dan mengirimkan naskahku ke alamat yang dicantumkan di inbox emailku. Mimpi itu serasa semakin nyaris menjadi kenyataan, cuma butuh beberapa langkah dan usaha lagi. Pengumumannya bisa aku terima bulan Juli mendatang. Entahlah, aku mulai menerka-nerka takdir yang akan diberikan Tuhan dibulan Juli mendatang, mungkinkah Juli menjadi bulan terbaik bagiku? Dira akan datang dan novelku akan menjadi juara di ajang itu. Mungkin terlalu yakin, tapi bukankah itu tidak berlebihan? Aku hanya ingin semuanya membaik di bulan Juli, hubunganku dengan Dira dan begitu juga dengan impianku karena…..aku berulang tahun dibulan itu dan kuharap kedua hal itu adalah kado terbaikku.
*****
 Hari ini aku menghadiri talk show sekaligus promosi novel Dimas Anggara di salah satu pusat perbelanjaan Bandung. Aku dijemput Reni dengan motor Vega-zr putihnya. Langit Bandung tampak mendung, awan-awan terlihat berubah dari putih menjadi abu-abu. Nampaknya hujan akan turun sebentar lagi. Reni menancap gas motornya lebih kencang, seperti memburu cerah sebelum hujan.
Tetesan hujan sudah mulai terasa, aku dan Reni bergegas masuk ke mall tersebut sebelum hujan semakin deras dan sebelum acara talk show itu dimulai. Dimas Anggara sudah duduk di depan semua orang, dia tidak setampan Dira tapi ia kelihatan berkharisma dan berwibawa persis seperti foto yang terpampang di halaman belakang bukunya. Dia lulusan Sastra UI. Walaupun ini adalah novel pertamanya, tapi sudah menjadi best seller.
Talk show itu berjalan lancar dan aku berhasil dapat tanda tangannya di bukunya yang sudah aku beli beberapa hari yang lalu. Excited, aku seperti bermimpi bertemu langsung dengan novelis favoritku. Rasanya ingin lebih lama lagi, tapi acaranya sudah bubar walaupun aku tidak bisa langsung pulang ke kos akibat hujan yang semakin deras di luar sana. Aku dan Reni memilih membaca buku di gramedia sambil menunggu hujan berhenti.
“Eh Mit, liat deh ke arah sana!” perintah Reni sambil menunjuk sesosok laki-laki yang rasanya tidak asing bagi kami berdua. “Itu bukannya Dimas Anggara yang tadi kan?’
“Bener Ren, waahhh….aku nggak percaya bakalan ketemu dia dua kali berturut-turut hari ini!”
“Kita minta foto yuk”
“Ah, norak akh! Gak deh, kamu aja sana, aku nggak pede!”
“Ya udah, nggak usah, aku juga nggak pede kalo nyapa dia sendiri trus minta foto”.
Entahlah, sepertinya dia hanya berjalan-jalan sejenak sebelum pulang. Dia mungkin sedang mengecek stok bukunya di gramedia mall ini. Bukunya masih berada di jejeran buku best seller terbaru di bagian depan pintu masuk. Dia memang hebat. Aku dan Reni terus memperhatikan tingkah lakunya. Aku memperhatikan setiap inci sosoknya yang sangat mencerminkan kecerdasannya. Aku mengaguminya, entah kapan novelku bisa diterbitkan seperti novelnya, hmmm….semoga bulan Juli adalah bulan keberuntunganku, gumamku dalam hati sambil memperhatikan lelaki bertubuh tegap itu.
*****
 Aku mengibas-ngibaskan tangan di depan wajahku, cuaca hari ini benar-benar panas tidak seperti di hari kemarin. Tapi cukup baik untuk melangsungkan aktifitasku hari ini, walaupun hari minggu tapi aku sangat bersemangat untuk bertemu dengan anggota-anggota Identity di festival Jepang, gedung ITTC. Bisa bicara lebih banyak dengan mereka tentang perkembangan kemampuan menulis mereka atau sekedar berfoto-foto bersama.
“Hey Mit, kamu datang juga rupanya”, sapa kak Tio di balik punggungku yang sedikit membuatku kaget.
“Hehehe…iya dong kak, aku bareng Nhamy kok tadi tapi dia ngilang tadi, katanya mau liat-liat”
“Kamu gak mau nanya aku bareng siapa hari ini?”
“Aku tau kok, pasti pacarnya yang dibawa ke kopdaran beberapa minggu yang lalu kan”, jawabku cuek namun bermaksud mengejek.
“O, o, o, o….bukanlah…hari ini aku bareng Dimas Anggara, penulis novel itu tuh yang kemarin abis talk show”
“Bo’ong niiiihh…, lagipula darimana juga kakak kenal sama dia, Dimas itu kan orang Jakarta”
“Bisa lah, orang Dimas itu sepupuan sama aku, dia malah nginapnya di rumahku selama di Bandung”
“Selamat datang di dunia khayal…!!!!!”, kataku tidak percaya.
Tiba-tiba seorang laki-laki tegap menepuk pundak kak Tio, “Eh Yo, pacar lo yah”
Aku mengenal sosok itu, setelah mengucek mataku berkali-kali dan menepuk-nepuk pipiku, aku baru sadar bahwa laki-laki yang ada di hadapanku sekarang adalah benar-benar Dimas Anggara. Penulis novel yang baru kemarin kulihat di talk show nya dan di gramedia. Aku tercekat, mulutku tertutup rapat dan hanya bisa menelan ludah pertanda ketakjuban luar biasa. Mana mungkin kak Tio punya sepupu seorang penulis novel best seller dan selama ini aku tidak tahu?
“Bukanlah, dia temenku, kenalin nih, Mita”
“Hai Mit, aku Dimas”
“ha’..,hai…Mita”, jawabku gugup.
Sementara anggota lain sibuk berfoto-foto di stan-stan festival itu, aku bertiga memutuskan menikmati kopi hangat di kedai kopi dekat ITTC. Aku mengamati setiap inci wajahnya yang begitu bersemangat menceritakan pengalaman-pengalamannya sebelum dan setelah novel pertamanya terbit. Dia cukup manis dengan lesung di pipi kirinya.
“Kamu harus tahu loh mas, Mita ini lagi nunggu pengumuman pemenang lomba penulisan romantic novel berskala nasional”
“Beneran Mit, wahh…semoga bisa menang yah..paling tidak bisa masuk tiga besar, supaya novelnya bisa diterbitin”, kata Dimas menyemangati.
Wajahku tiba-tiba memerah, sebenarnya aku malu Dimas tahu itu, aku takut akan kalah dan merasa malu padanya. Tapi Tio terlanjur mengatakannya, dan aku sudah tertangkap tanpa bisa melarikan diri lagi.
“Iya, tapi aku belum yakin bisa dapat juara”
“Ah, kamu harus yakin sama diri kamu sendiri, bagaimana bisa orang-orang yakin padamu, kalau kamu sendiri gak bisa”
“Biasa mas, dia emang sering gitu, terlalu merendahkan diri”, sergah Tio.
“Oya, emangnya judul novelnya apa?”
“Karena aku bodoh”, jawabku semangat.
“Hemm…, judulnya menarik, aku jadi penasaran baca naskah kamu, sepenuhnya fiksi yah?”
Aku tersenyum dan segera menimpali, “Sebenarnya…, di dalamnya itu aku bercerita tentang kisah cintaku sendiri, tentang bodoh dan cuek”
“Bodoh? Cuek?”
“Iya…”
“Ya sudahlah, kita liat saja nanti di bulan Juli, semoga kamu bisa berhasil di novel pertamamu”
Pertemuan dengan Dimas hari itu seperti bonus atas kerja kerasku dari Tuhan, aku bisa mengenalnya dan belajar banyak darinya. Aku harap itu bukan pertemuan pertama dan terakhir, aku masih ingin berbicara banyak tentang tulisan-tulisan dengannya. Dia cukup ramah dan menyenangkan diajak berdiskusi.

*TO BE CONTINUE*



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

design by Nur Mustaqimah Copyright© All Rights Reserved coretankeciliemha.blogspot.com