Hari
minggu yang cerah, tidak ada kegiatan yang mendesak hari ini, hanya ada ajakan
dari Nisa sekeluarga liburan ke Bali kemarin, namun di tolak secara halus oleh
Rin. Ia merasa malas untuk keluar jauh. Ia memilih untuk menghabiskan waktunya
di rumah yang sangat luas dan membuatnya seperti seekor semut yang berada dalam
liang raksasa, membiarkan dirinya terbujur di depan tv ditemani Popo anjing
kesayangan Nisa.
“Hari
ini aku yang jadi tuanmu Po, okey ?”, celutuknya sambil mengelus bulu tebal
Popo yang berwarna Coklat muda bersih. Anjing itu nampaknya cukup nyaman dengan
status Rin sebagai tuannya, ia menelungkup di sebelah kanan Rin sambil
menggoyang-goyangkan ekornya kemudian melelapkan matanya.
Ting..deng…
Ting..deng…
Ting..deng…
Bel
rumah itu berbunyi dengan nyaring, Rin terperanjat. Tidak hanya Rin, Popo yang
tadinya nampak tidur pulas, sekejap mata membelalakkan matanya. Siapa yang
bertamu hari ini? Tidak mungkin temannya dan juga tidak mungkin orang kantor
dari Ayah Nisa, sebab sudah pasti Ayah Nisa telah mengonfirmasi kepergiannya ke
Bali sampai hari rabu itu. Rin terus mengira-ngira sampai bibi Tenni datang
mengagetkannya.
“Non,
di luar ada tamu tuh…”
“Siapa
bi’?”
“Nda
tau juga non, laki-laki. Matanya agak sipit gitu deh non”
Sipit?
Yang terlintas langsung di kelapa gadis yang bertubuh mungil ini adalah orang
Korea. Benarkah? Ia merasa orang Korea lah yang paling tampan dibandingkan warga
Negara asing lainnya.
“Apa
bibi suruh masuk aja non?”
Tanpa
menggubris pertanyaan dari wanita yang usianya kira-kira sudah mencapai empat
puluhan itu, Rin beranjak ke pintu rumah. Meraih ikat rambut yang tergeletak di
sampingnya dan mengikatnya persis seperti ekor kuda, tidak lupa ia menyisir
poninya dengan menggunakan jemari mungilnya sambil berjalan tergesa. Siapakah orang bermata sipit yang dimaksud
bibi Tenni itu? Pikirnya.
“Apa
Nisa nya ada?” tanya laki-laki bermata sipit dengan wajah yang tampan itu.
“Nisa?”,
tanya Rin heran. Laki-laki tampan ini mencari Nisa? Nisa benar-benar hebat,
cowok setampan ini bela-belain ke rumah cuma mau ketemu sama Nisa.
“Iya,
Nisa, aku mau kembalikan ini” jawabnya sambil menyodorkan sebuah kotak yang
dibungkus dengan kertas licin berwarna pink semacam kado.
Rin
meraihnya. Ia memiringkan kepalanya. Ada apa dengan kado ini? Apa maksud dari
pria ini dengan mengatakan ingin mengembalikkan? Apakah Nisa telah memberikan
pria ini kado tapi ditolak? Benarkah?
“Memangnya
Anda ini siapa?”
“Aku
teman sekelasnya Nisa di kampus, Kai”, jawab Kai seadanya. Gadis itu nampak
bingung, Kai merasakan itu dan berpikir harus segera pergi dari rumah itu
sebelum gadis berponi itu semakin bingung dengan keberadaannya saat itu.
Kai,
nama itu tidak asing lagi di telinga Rin. Hampir setiap hari Nisa menceritakan
semua tentang laki-laki ini setiap pulang dari kampus. Laki-laki bermata sipit
ini memang telah benar-benar menyita perhatian sahabatnya. Tidak heran, Kai
adalah laki-laki yang sangat tampan dan nampaknya telah membuat Rin tercengang
sedari tadi. 85 nilai untuk Kai,
gumamnya dalam hati.
“Baiklah,
aku pulang dulu. Salam sama Nisa”
“Tunggu
!!! Nggak mau masuk dulu?”
“Nisa
nya lagi tidak ada kan? Lain kali saja. Aku pamit. Makasih yah”, Kai sedikit
membungkukkan badan, berjalan mundur beberapa langkah dan berbalik lalu tergesa
melangkah keluar. Rin terus memperhatikan punggung laki-laki itu hingga ia
benar-benar keluar dari halaman rumah tersebut.
Kotak
berwarna merah jambu itu diletakkan di atas meja belajar Nisa. Ia kembali
memiringkan kepalanya, apa isi kotak ini?
Kenapa tadi Kai bilang mengembalikan? Rasa penasarannya semakin membumbung
tinggi. Kalau aku buka kotak ini…aku
salah gak? Ya salah lah..ini kan bukan punya lu Rin! Emangnya sepenting apa sih
kotak ini? Kalo gak penting-penting amat, ya gak pa pa donk gue buka..emmm….
Gadis berponi itu terus berseteru dengan pikirannya sendiri. Gak pa pa, gue buka aja… Akhirnya tutup
kotak yang berwarna pink itu benar-benar dibuka, di sana ia mendapati sebuah
miniatur gitar yang indah berwarna keemasan yang membuatnya terkesan mewah. Gue yakin banget, ini pasti mahal ! Apa-apaan ini, Nisa ngasi ini ke Kai trus
Kai nolak gitu? Yahhh…bego banget tu cowok, dia belum tau apa, Nisa tuh susah buat
bener-bener suka sama cowok dan dia beruntung banget, yang antri buat Nisa tu
banyak banget. Miniatur gitar itu masih dibolak-balik, ia masih berdecak
kagum terhadap benda indah yang ada di depan matanya itu. Ia kemudian sadar,
ada satu ukiran kecil di belakangnya “K”, ia yakin itu inisial Kai yang sengaja
diukir khusus untuk membuktikan kalau itu benar-benar special untuk dirinya.
Sepulang
dari rumah Nisa dan berjumpa dengan gadis mungil bernama Rin, Kai memutuskan
untuk singgah di sebuah taman kampusnya yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.
Taman itu tidak luas, hanya ada sebuah danau yang sempit, beberapa kursi
panjang yang dinaungi pohon rindang di tepinya. Tidak terlalu indah, namun
cukup menenangkan bagi Kai untuk bernafas lega.
Nisa,
nama itu terus menggelayuti pikirannya sejak ia menerima paket kiriman di
rumahnya atas nama Nisa dua hari yang lalu. Bertanya-tanya benarkah pengirimnya
adalah Nisa teman sekelasnya? Darimana gadis yang bermuka ayu itu mendapatkan
alamatnya? Apa maksud dari kado itu dan pantaskah ia mendapatkan kado yang
nampaknya lumayan mahal itu? Tanda tanya itu terus bermunculan satu persatu
tanpa bisa ia cari tau jawabannya hingga ia memutuskan untuk mengembalikannya.
Belakangan ini ia dan Nisa memang bertambah akrab sejak mereka satu kelompok di
salah satu mata kuliah. Mereka bahkan sering ke perpustakaan bersama atau
sekedar mengisi perut di kantin. Gadis itu memang cepat akrab dengan semua
orang, wajahnya yang ayu ditambah dengan senyuman manisnya akan menjadi alasan
yang tidak bisa dipungkiri oleh semua orang yang mengenalnya. Nisa juga gadis
yang cerdas untuk diajak berdiskusi. Jika mengingat semua kelebihan gadis itu,
Kai sama sekali tidak menemukan celah yang bisa dijadikan alasan untuk tidak
menyukainya, hanya saja terlalu cepat untuk memutuskan bahwa ia menyukainya.
Hanya kagum, sebatas itu.
*****
“Aku keluar dulu yah bi’,
mau ke kampus!”, teriakan Rin membuat bibi tenni tergopoh-gopoh berjalan dari
dapur.
“Memangnya non kuliah yah jam segini? Udah jam 5 sore loh non”
“Gak kock bi, Cuma mau jalan-jalan aja ke danau. Aku di sana Cuma sekitar sejam aja kok bi”, jawabnya sambil mengelus-ngelus bulu Popo yang lebat itu.
“Popo mau dibawa non?”
“Memangnya non kuliah yah jam segini? Udah jam 5 sore loh non”
“Gak kock bi, Cuma mau jalan-jalan aja ke danau. Aku di sana Cuma sekitar sejam aja kok bi”, jawabnya sambil mengelus-ngelus bulu Popo yang lebat itu.
“Popo mau dibawa non?”
“Iya bi, kasian aja
ninggalin dia disini, pasti kesepian gak ada temen main. Emangnya bibi mau
temenin Popo main. Hahaha..”
“Wah.., non ini kok
nyuruh saya nemenin anjing main”, bibi tenni tersenyum geli dan menggoyangkan
kepalanya.
“Ya sudah, aku pergi
dulu ya bi, ayo po!”
Selain Popo, sebuah gitar berwarna
coklat mengkilat tak lupa diikut sertakan di mobilnya. Gadis berponi yang satu
ini memang selalu tidak lupa membawa gitar kesayangannya itu. Danau kampus
menjadi tempat favoritnya untuk melepas rasa jenuh sejak ia berstatus mahasiswi
di sana.
“Ayo po, turun. Kita duduk di kursi
sana yah!” celutuknya pada Popo yang seperti menjadi pengawal pribadinya sore
itu. Gitar itu di selempangkan di punggungnya, tampak agak berat jika dilihat
dari tubuh mungil yang membawanya.
Tanpa
Rin sadari, ia telah memilih duduk di kursi tepi danau yang jaraknya hampir berdekatan
dengan kursi tempat Kai sedari tadi terduduk sambil menikmati suasana danau
yang tenang tanpa kebisingan. Ia menarik nafasnya dalam-dalam, seakan telah
lama tidak menghirup oksigen. Popo memilih menelungkup di dekat kaki Rin,
sementara gitar berwarna cokelat itu di pangku dan dimainkannya dengan hikmat.
Sebuah
lagu dari Yui yang berjudul Goodbye days dilantunkannya dengan merdu, sesekali
ia menutup mata dan tersenyum seakan menandakan kepuasan pada suaranya sendiri.
Alunan gitar hasil petikan jemari kecilnya terdengar begitu syahdu.
Dakara ima ai ni yuku, sou kimetanda
Poketto no kono kyoku wo kimi ni kikasetai
Sotto boryumo wo agete tashikamete mitayo
OH GOODBYE DAYS ima
Kawari ki ga suru
Kinou made ni SO LONG
Kakkou yokunai yasashisa ga soba ni aru kara
LA LA LA LA LA WITH YOU
Poketto no kono kyoku wo kimi ni kikasetai
Sotto boryumo wo agete tashikamete mitayo
OH GOODBYE DAYS ima
Kawari ki ga suru
Kinou made ni SO LONG
Kakkou yokunai yasashisa ga soba ni aru kara
LA LA LA LA LA WITH YOU
Katahou no EARPHONE
wo kimi ni watasu
Yukkuri to nagare komu kono shunkan
Umaku aisete imasu ka?
Tama ni mayou kedo
OH GOODBYE DAYS ima
Kawari hajimeta mune no oku ALLRIGHT
Kakkou yokunai yasashisa ga soba ni aru kara
LA LA LA LA LA WITH YOU
Yukkuri to nagare komu kono shunkan
Umaku aisete imasu ka?
Tama ni mayou kedo
OH GOODBYE DAYS ima
Kawari hajimeta mune no oku ALLRIGHT
Kakkou yokunai yasashisa ga soba ni aru kara
LA LA LA LA LA WITH YOU
Dekireba kanashii
omoi nante shitaku nai
Demo yattekuru deshou, oh
Sono toki egao de “YEAH HELLO MY FRIEND”
Nante sa ieta nara ii noni
Demo yattekuru deshou, oh
Sono toki egao de “YEAH HELLO MY FRIEND”
Nante sa ieta nara ii noni
Onaji uta wo kuchizusamu
toki
Soba ni ite I WISH
Kakkou yokunai yasashisa ni aeta yokatta yo
LA LA LA LA GOODBYE DAYS
Soba ni ite I WISH
Kakkou yokunai yasashisa ni aeta yokatta yo
LA LA LA LA GOODBYE DAYS
Lamunan Kai buyar, ia
mengalihkan pandangannya pada sumber suara gitar dan suara merdu yang dengan
fasih menyanyikan lagu berbahasa Jepang. Gadis
yang tadi siang di rumah Nisa? Benarkah? Ia memiringkan kepalanya, kemudian
lebih fokus untuk memastikan ia tidak salah orang, dan ternyata gadis itu
memang orang yang ditemuinya siang tadi di rumah Nisa.
Kai
tau betul arti lagu yang dilantunkan Rin, bahasa dari Negara tempatnya berpijak
selama belasan tahun sekaligus tempat Ayahnya hidup sendiri sekarang. Ia
terbawa oleh suara merdu Rin, hanyut dalam setiap petikan gitar itu. Ada
kenangan yang tersimpan di dalam lagu itu, tidak hanya karena bahasanya, tapi
lebih tepatnya karena penyanyi dari lagu itu memiliki nama yang sama dengan
kekasih yang ditinggalkannya di Jepang tanpa pamit. Nafasnya seperti tercekat
pada awalnya, namun lama kelamaan ia mulai menikmatinya.
Lagu itu selesai dilantukan Rin. Gadis itu nampak lega
setelah menyanyikan lagu itu. Ia mengelus bulu lebat Popo yang sedari tadi
menelungkup di sebelah kakinya. Tiba-tiba sepasang kaki dibalut jeans berwarna
hitam tepat berada dihadapan matanya. Ia pun mendongak, ada wajah Kai dengan
sebuah senyuman manis di sana. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, tidak percaya
dengan apa yang dilihatnya detik itu. Aku
bermimpi? Tanyanya dalam hati.
“Hai…!” sapa Kai
hangat.
“Ha’..hai..” Rin gugup
tidak percaya. Apa ini? Kenapa bisa?
“Kau terkejut, aku
minta maaf. Masih ingat aku kan?”
Rin mengangguk.
“Aku boleh duduk di
sampingmu?”
“Tentu saja boleh”,
jawab Rin dan kemuidan bergeser sedikit ke kiri.
Kai pun duduk, terdiam
sejenak dan bertanya, “Kau mengerti bahasa Jepang?”
“Tidak, kenapa kau
bertanya seperti itu?”
“Tadi aku mendengarmu
menyanyikan lagu berbahasa Jepang, jadi kupikiiir___”
“Oh, aku Cuma suka
dengan lagu itu. Aku suka Yui”
“Tapi kau sama sekali
tidak tau artinya?”
Rin kembali mengangguk
“Aku mengerti…”
“Benarkah?”
“Tentu saja, aku
tinggal di Jepang selama belasan tahun dan___”, Ia berbalik ke arah Rin dan mendapatinya
memiringkan kepala dan kening mengkerut. “Hey..kau terkejut lagi? Kau tidak
percaya?”
“Tidak, aku percaya
kock!” Katanya sambil mengacungkan dua jarinya sejajar dengan wajahnya.
Kai tersenyum melihat
wajah Rin yang benar-benar lucu dengan tingkahnya yang terkesan lugu dan polos.
Kai kemudian melemparkan pandangannya ke arah danau yang tenang, menarik
nafasnya dalam-dalam dan mengartikan lagu itu dengan suara yang terdengar
hikmat dan membuat Rin terdiam, mendengarkan apa yang dikatakan Kai dan
memperhatikan wajah laki-laki yang benar-benar tampan itu.
Ada alasannya mengapa
sekarang aku memutuskan untuk menemuimu
Aku ingin memperdengarkan padamu sepotong lagu dalam sakuku ini
Sambil pelan-pelan menaikkan suaranya (volume) untuk memastikan semua baik-baik saja
Aku ingin memperdengarkan padamu sepotong lagu dalam sakuku ini
Sambil pelan-pelan menaikkan suaranya (volume) untuk memastikan semua baik-baik saja
Sekarang, hari perpisahan
Aku tahu perasaan ini akan berubah
Sampai kemarin (hari-hari yang kita lalui terasa) begitu lama
(Hari-hari yang) terlarang tapi tetap berkesan
Saat aku bersama denganmu
Aku tahu perasaan ini akan berubah
Sampai kemarin (hari-hari yang kita lalui terasa) begitu lama
(Hari-hari yang) terlarang tapi tetap berkesan
Saat aku bersama denganmu
Menyerahkan padamu salah satu sisi earphone-ku
Perlahan-lahan saat lagu mulai terdengar
(Aku pun berpikir) apakah aku bisa mencintaimu dengan baik?
Dan sesekali aku merasa bimbang
Perlahan-lahan saat lagu mulai terdengar
(Aku pun berpikir) apakah aku bisa mencintaimu dengan baik?
Dan sesekali aku merasa bimbang
Sekarang, hari perpisahan
Segalanya mulai berubah, tapi sesuatu dalam hatiku baik-baik saja
(Seperti sebelumnya, hari-hari yang) terlarang tapi tetap berkesan
Saat aku bersama denganmu, sekarang
Segalanya mulai berubah, tapi sesuatu dalam hatiku baik-baik saja
(Seperti sebelumnya, hari-hari yang) terlarang tapi tetap berkesan
Saat aku bersama denganmu, sekarang
Kalau bisa aku tidak ingin bersedih, bagaimana tidak
siapnya perasaanku
Tapi kau datang kan?
Waktu itu dengan tersenyum, (tak tahu) bagaimana aku akan mengatakan “Hai, teman” dengan baik
Tapi kau datang kan?
Waktu itu dengan tersenyum, (tak tahu) bagaimana aku akan mengatakan “Hai, teman” dengan baik
Saat menyenandungkan lagu
yang sama
Aku berharap ada di sisimu
Hari perpisahan yang tidak menyenangkan
Tapi aku senang bertemu denganmu
Aku berharap ada di sisimu
Hari perpisahan yang tidak menyenangkan
Tapi aku senang bertemu denganmu
Dengan refleks, Rin bertepuk tangan
riuh menandakan rasa kagumnya yang luar biasa setelah mendengar Kai mengartikan
lagu Goodbye Days dengan begitu
hikmat.
“Keren”
Kai
berbalik melihat Rin dan tersenyum. “Oyah..siapa namanya?”
“Hah?
Siapa?” Rin berbalik ke kiri dan ke kanan dan kembali mengernyitkan dahinya.
“Anjingmu,
siapa namanya?”
“Oh,
ini”, ia melihat ke bawah dan dan mengelus bulu Popo dengan lembut. “Namanya
Popo”
“Popo?”
“Iya,
ini bukan anjingku, ini anjing kesayangan Nisa”
Tiba-tiba ekspresi Kai berubah
seketika ketika mendengar nama Nisa disebut. Bukan terkejut, ia hanya mulai
tidak terbiasa dengan nama itu. Sejak menerima kado itu ia merasa tidak leluasa
dengan gadis itu. Nisa sama sekali tidak salah, hanya saja ia merasa sedikit
aneh dengan perlakuan special terlalu
cepat dan tiba-tiba.
“Oyah,
nama kamu siapa? Tadi siang aku hanya memperkenalkan namaku tapi sama sekali
tidak menanyakan siapa namamu”, tanya Kai mengalihkan pembicaraan.
“Aku
Rin”
“Rin..”
Kai mengulangnya sambil tersenyum.
“Hey,
nama kita sama, ada tiga huruf dan terdengar sangat simple”
“Namamu
seperti nama gadis Jepang..”
“Benarkah?
Aku sama sekali tidak pernah memikirkan itu. Tapi nama lengkapku Arini Puspita.
Rin hanya panggilan untuk lebih mempersingkat namaku”
“Nama
yang bagus dan__ kau terlihat sangat lincah saat bermain gitar”
Gitar? Tiba-tiba Rin mengingat isi
kado yang tadi siang dikembalikan Kai, sebuah miniature gitar yang indah. Tapi
kenapa ia mengembalikannya? Pertanyaan itu kembali membuat Rin penasaran dan
ingin segera mencari tau alasannya. Yang dia tahu, Nisa sangat menyukai
laki-laki yang sekarang ada di sampingnya. Apa
gue nanya aja yah??? Iya, kayaknya gue mesti nanya nih…! Gak, itu privasi
mereka berdua, bukan urusan gue..! Bener Rin, gak usah..
“Oya, aku pulang duluan yah Rin, aku harus ke
suatu tempat sekarang” Kai memutuskan pamit duluan.
“oh,
iya, aku juga udah mau kok..”
Kai
tersenyum kemudian berdiri dan menunduk, ”Aku pulang, sampai ketemu lagi”
“Iya…”,
Rin buru-buru berdiri dan balas menunduk. Ia membiarkan Kai beranjak dari
tempat itu, mengikutinya dengan memandang punggungnya hingga tenggelam dalam
mobil berwarna hitam yang terparkir tidak jauh dari mobilnya.
*****
Apa
yang kulakukan tadi sore? Aku? Kamu? Sejak kapan aku menggunakan kata aku dan
kamu pada orang lain? Rin mengoceh sendiri di atas ranjangnya sambil
menyandarkan punggungnya di kepala ranjang tersebut dan memangku gitar
kesayangannya. Jari-jarinya memetik senar gitar sambil melamun hingga
menghasilkan nada yang tidak teratur.
Tidak
hanya Rin, Kai juga melamunkan hal yang sama. Kenapa ia bisa begitu kebetulan
bertemu dengan gadis itu lagi? Gadis itu tidak secantik Nisa, tapi lebih manis
dan nampak lucu dengan poninya. Yang pastinya ia sangat mengesankan, suaranya
merdu hingga seperti menghipnotisnya untuk mendekat dan berbincang-bincang
dengan gadis yang bernama Rin itu. Apa ia
saudara Nisa? Adik kah? Kenapa tadi aku lupa menanyakannya? bisiknya dalam
hati.
*TO BE CONTINUE*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar