Rabu, 21 Maret 2012

LOSE (6) *cerita bersambung*



Hari minggu yang cerah, tidak ada kegiatan yang mendesak hari ini, hanya ada ajakan dari Nisa sekeluarga liburan ke Bali kemarin, namun di tolak secara halus oleh Rin. Ia merasa malas untuk keluar jauh. Ia memilih untuk menghabiskan waktunya di rumah yang sangat luas dan membuatnya seperti seekor semut yang berada dalam liang raksasa, membiarkan dirinya terbujur di depan tv ditemani Popo anjing kesayangan Nisa.
“Hari ini aku yang jadi tuanmu Po, okey ?”, celutuknya sambil mengelus bulu tebal Popo yang berwarna Coklat muda bersih. Anjing itu nampaknya cukup nyaman dengan status Rin sebagai tuannya, ia menelungkup di sebelah kanan Rin sambil menggoyang-goyangkan ekornya kemudian melelapkan matanya.
Ting..deng…
Ting..deng…
Bel rumah itu berbunyi dengan nyaring, Rin terperanjat. Tidak hanya Rin, Popo yang tadinya nampak tidur pulas, sekejap mata membelalakkan matanya. Siapa yang bertamu hari ini? Tidak mungkin temannya dan juga tidak mungkin orang kantor dari Ayah Nisa, sebab sudah pasti Ayah Nisa telah mengonfirmasi kepergiannya ke Bali sampai hari rabu itu. Rin terus mengira-ngira sampai bibi Tenni datang mengagetkannya.
“Non, di luar ada tamu tuh…”
“Siapa bi’?”
“Nda tau juga non, laki-laki. Matanya agak sipit gitu deh non”

Sipit? Yang terlintas langsung di kelapa gadis yang bertubuh mungil ini adalah orang Korea. Benarkah? Ia merasa orang Korea lah yang paling tampan dibandingkan warga Negara asing lainnya.
“Apa bibi suruh masuk aja non?”
Tanpa menggubris pertanyaan dari wanita yang usianya kira-kira sudah mencapai empat puluhan itu, Rin beranjak ke pintu rumah. Meraih ikat rambut yang tergeletak di sampingnya dan mengikatnya persis seperti ekor kuda, tidak lupa ia menyisir poninya dengan menggunakan jemari mungilnya sambil berjalan tergesa. Siapakah orang bermata sipit yang dimaksud bibi Tenni itu? Pikirnya.
“Apa Nisa nya ada?” tanya laki-laki bermata sipit dengan wajah yang tampan itu.
“Nisa?”, tanya Rin heran. Laki-laki tampan ini mencari Nisa? Nisa benar-benar hebat, cowok setampan ini bela-belain ke rumah cuma mau ketemu sama Nisa.
“Iya, Nisa, aku mau kembalikan ini” jawabnya sambil menyodorkan sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas licin berwarna pink semacam kado.
Rin meraihnya. Ia memiringkan kepalanya. Ada apa dengan kado ini? Apa maksud dari pria ini dengan mengatakan ingin mengembalikkan? Apakah Nisa telah memberikan pria ini kado tapi ditolak? Benarkah?
“Memangnya Anda ini siapa?”
“Aku teman sekelasnya Nisa di kampus, Kai”, jawab Kai seadanya. Gadis itu nampak bingung, Kai merasakan itu dan berpikir harus segera pergi dari rumah itu sebelum gadis berponi itu semakin bingung dengan keberadaannya saat itu.
Kai, nama itu tidak asing lagi di telinga Rin. Hampir setiap hari Nisa menceritakan semua tentang laki-laki ini setiap pulang dari kampus. Laki-laki bermata sipit ini memang telah benar-benar menyita perhatian sahabatnya. Tidak heran, Kai adalah laki-laki yang sangat tampan dan nampaknya telah membuat Rin tercengang sedari tadi. 85 nilai untuk Kai, gumamnya dalam hati.
“Baiklah, aku pulang dulu. Salam sama Nisa”
“Tunggu !!! Nggak mau masuk dulu?”
“Nisa nya lagi tidak ada kan? Lain kali saja. Aku pamit. Makasih yah”, Kai sedikit membungkukkan badan, berjalan mundur beberapa langkah dan berbalik lalu tergesa melangkah keluar. Rin terus memperhatikan punggung laki-laki itu hingga ia benar-benar keluar dari halaman rumah tersebut.
Kotak berwarna merah jambu itu diletakkan di atas meja belajar Nisa. Ia kembali memiringkan kepalanya, apa isi kotak ini? Kenapa tadi Kai bilang mengembalikan? Rasa penasarannya semakin membumbung tinggi. Kalau aku buka kotak ini…aku salah gak? Ya salah lah..ini kan bukan punya lu Rin! Emangnya sepenting apa sih kotak ini? Kalo gak penting-penting amat, ya gak pa pa donk gue buka..emmm…. Gadis berponi itu terus berseteru dengan pikirannya sendiri. Gak pa pa, gue buka aja… Akhirnya tutup kotak yang berwarna pink itu benar-benar dibuka, di sana ia mendapati sebuah miniatur gitar yang indah berwarna keemasan yang membuatnya terkesan mewah. Gue yakin banget, ini pasti mahal ! Apa-apaan ini, Nisa ngasi ini ke Kai trus Kai nolak gitu? Yahhh…bego banget tu cowok, dia belum tau apa, Nisa tuh susah buat bener-bener suka sama cowok dan dia beruntung banget, yang antri buat Nisa tu banyak banget. Miniatur gitar itu masih dibolak-balik, ia masih berdecak kagum terhadap benda indah yang ada di depan matanya itu. Ia kemudian sadar, ada satu ukiran kecil di belakangnya “K”, ia yakin itu inisial Kai yang sengaja diukir khusus untuk membuktikan kalau itu benar-benar special untuk dirinya.
Sepulang dari rumah Nisa dan berjumpa dengan gadis mungil bernama Rin, Kai memutuskan untuk singgah di sebuah taman kampusnya yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Taman itu tidak luas, hanya ada sebuah danau yang sempit, beberapa kursi panjang yang dinaungi pohon rindang di tepinya. Tidak terlalu indah, namun cukup menenangkan bagi Kai untuk bernafas lega.
Nisa, nama itu terus menggelayuti pikirannya sejak ia menerima paket kiriman di rumahnya atas nama Nisa dua hari yang lalu. Bertanya-tanya benarkah pengirimnya adalah Nisa teman sekelasnya? Darimana gadis yang bermuka ayu itu mendapatkan alamatnya? Apa maksud dari kado itu dan pantaskah ia mendapatkan kado yang nampaknya lumayan mahal itu? Tanda tanya itu terus bermunculan satu persatu tanpa bisa ia cari tau jawabannya hingga ia memutuskan untuk mengembalikannya. Belakangan ini ia dan Nisa memang bertambah akrab sejak mereka satu kelompok di salah satu mata kuliah. Mereka bahkan sering ke perpustakaan bersama atau sekedar mengisi perut di kantin. Gadis itu memang cepat akrab dengan semua orang, wajahnya yang ayu ditambah dengan senyuman manisnya akan menjadi alasan yang tidak bisa dipungkiri oleh semua orang yang mengenalnya. Nisa juga gadis yang cerdas untuk diajak berdiskusi. Jika mengingat semua kelebihan gadis itu, Kai sama sekali tidak menemukan celah yang bisa dijadikan alasan untuk tidak menyukainya, hanya saja terlalu cepat untuk memutuskan bahwa ia menyukainya. Hanya kagum, sebatas itu.
*****
“Aku keluar dulu yah bi’, mau ke kampus!”, teriakan Rin membuat bibi tenni tergopoh-gopoh berjalan dari dapur.
“Memangnya non kuliah yah jam segini? Udah jam 5 sore loh non”
“Gak kock bi, Cuma mau jalan-jalan aja ke danau. Aku di sana Cuma sekitar sejam aja kok bi”, jawabnya sambil mengelus-ngelus bulu Popo yang lebat itu.
“Popo mau dibawa non?”
“Iya bi, kasian aja ninggalin dia disini, pasti kesepian gak ada temen main. Emangnya bibi mau temenin Popo main. Hahaha..”
“Wah.., non ini kok nyuruh saya nemenin anjing main”, bibi tenni tersenyum geli dan menggoyangkan kepalanya.
“Ya sudah, aku pergi dulu ya bi, ayo po!”
            Selain Popo, sebuah gitar berwarna coklat mengkilat tak lupa diikut sertakan di mobilnya. Gadis berponi yang satu ini memang selalu tidak lupa membawa gitar kesayangannya itu. Danau kampus menjadi tempat favoritnya untuk melepas rasa jenuh sejak ia berstatus mahasiswi di sana.
            “Ayo po, turun. Kita duduk di kursi sana yah!” celutuknya pada Popo yang seperti menjadi pengawal pribadinya sore itu. Gitar itu di selempangkan di punggungnya, tampak agak berat jika dilihat dari tubuh mungil yang membawanya.
Tanpa Rin sadari, ia telah memilih duduk di kursi tepi danau yang jaraknya hampir berdekatan dengan kursi tempat Kai sedari tadi terduduk sambil menikmati suasana danau yang tenang tanpa kebisingan. Ia menarik nafasnya dalam-dalam, seakan telah lama tidak menghirup oksigen. Popo memilih menelungkup di dekat kaki Rin, sementara gitar berwarna cokelat itu di pangku dan dimainkannya dengan hikmat.
Sebuah lagu dari Yui yang berjudul Goodbye days dilantunkannya dengan merdu, sesekali ia menutup mata dan tersenyum seakan menandakan kepuasan pada suaranya sendiri. Alunan gitar hasil petikan jemari kecilnya terdengar begitu syahdu.
Dakara ima ai ni yuku, sou kimetanda
Poketto no kono kyoku wo kimi ni kikasetai
Sotto boryumo wo agete tashikamete mitayo


OH GOODBYE DAYS ima
Kawari ki ga suru
Kinou made ni SO LONG
Kakkou yokunai yasashisa ga soba ni aru kara
LA LA LA LA LA WITH YOU
Katahou no EARPHONE wo kimi ni watasu
Yukkuri to nagare komu kono shunkan
Umaku aisete imasu ka?
Tama ni mayou kedo

OH GOODBYE DAYS ima
Kawari hajimeta mune no oku ALLRIGHT
Kakkou yokunai yasashisa ga soba ni aru kara
LA LA LA LA LA WITH YOU
Dekireba kanashii omoi nante shitaku nai
Demo yattekuru deshou, oh
Sono toki egao de “YEAH HELLO MY FRIEND”
Nante sa ieta nara ii noni
Onaji uta wo kuchizusamu toki
Soba ni ite I WISH
Kakkou yokunai yasashisa ni aeta yokatta yo
LA LA LA LA GOODBYE DAYS

            Lamunan Kai buyar, ia mengalihkan pandangannya pada sumber suara gitar dan suara merdu yang dengan fasih menyanyikan lagu berbahasa Jepang. Gadis yang tadi siang di rumah Nisa? Benarkah? Ia memiringkan kepalanya, kemudian lebih fokus untuk memastikan ia tidak salah orang, dan ternyata gadis itu memang orang yang ditemuinya siang tadi di rumah Nisa.
Kai tau betul arti lagu yang dilantunkan Rin, bahasa dari Negara tempatnya berpijak selama belasan tahun sekaligus tempat Ayahnya hidup sendiri sekarang. Ia terbawa oleh suara merdu Rin, hanyut dalam setiap petikan gitar itu. Ada kenangan yang tersimpan di dalam lagu itu, tidak hanya karena bahasanya, tapi lebih tepatnya karena penyanyi dari lagu itu memiliki nama yang sama dengan kekasih yang ditinggalkannya di Jepang tanpa pamit. Nafasnya seperti tercekat pada awalnya, namun lama kelamaan ia mulai menikmatinya.
            Lagu itu selesai dilantukan Rin. Gadis itu nampak lega setelah menyanyikan lagu itu. Ia mengelus bulu lebat Popo yang sedari tadi menelungkup di sebelah kakinya. Tiba-tiba sepasang kaki dibalut jeans berwarna hitam tepat berada dihadapan matanya. Ia pun mendongak, ada wajah Kai dengan sebuah senyuman manis di sana. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya detik itu. Aku bermimpi? Tanyanya dalam hati.
“Hai…!” sapa Kai hangat.
“Ha’..hai..” Rin gugup tidak percaya. Apa ini? Kenapa bisa?
“Kau terkejut, aku minta maaf. Masih ingat aku kan?”
Rin mengangguk.
“Aku boleh duduk di sampingmu?”
“Tentu saja boleh”, jawab Rin dan kemuidan bergeser sedikit ke kiri.
Kai pun duduk, terdiam sejenak dan bertanya, “Kau mengerti bahasa Jepang?”
“Tidak, kenapa kau bertanya seperti itu?”
“Tadi aku mendengarmu menyanyikan lagu berbahasa Jepang, jadi kupikiiir___”
“Oh, aku Cuma suka dengan lagu itu. Aku suka Yui”
“Tapi kau sama sekali tidak tau artinya?”
Rin kembali mengangguk
“Aku mengerti…”
“Benarkah?”
“Tentu saja, aku tinggal di Jepang selama belasan tahun dan___”, Ia berbalik ke arah Rin dan mendapatinya memiringkan kepala dan kening mengkerut. “Hey..kau terkejut lagi? Kau tidak percaya?”
“Tidak, aku percaya kock!” Katanya sambil mengacungkan dua jarinya sejajar dengan wajahnya.
Kai tersenyum melihat wajah Rin yang benar-benar lucu dengan tingkahnya yang terkesan lugu dan polos. Kai kemudian melemparkan pandangannya ke arah danau yang tenang, menarik nafasnya dalam-dalam dan mengartikan lagu itu dengan suara yang terdengar hikmat dan membuat Rin terdiam, mendengarkan apa yang dikatakan Kai dan memperhatikan wajah laki-laki yang benar-benar tampan itu.
Ada alasannya mengapa sekarang aku memutuskan untuk menemuimu
Aku ingin memperdengarkan padamu sepotong lagu dalam sakuku ini
Sambil pelan-pelan menaikkan suaranya (volume) untuk memastikan semua baik-baik saja
Sekarang, hari perpisahan
Aku tahu perasaan ini akan berubah
Sampai kemarin (hari-hari yang kita lalui terasa) begitu lama
(Hari-hari yang) terlarang tapi tetap berkesan
Saat aku bersama denganmu
Menyerahkan padamu salah satu sisi earphone-ku
Perlahan-lahan saat lagu mulai terdengar
(Aku pun berpikir) apakah aku bisa mencintaimu dengan baik?
Dan sesekali aku merasa bimbang
Sekarang, hari perpisahan
Segalanya mulai berubah, tapi sesuatu dalam hatiku baik-baik saja
(Seperti sebelumnya, hari-hari yang) terlarang tapi tetap berkesan
Saat aku bersama denganmu, sekarang
Kalau bisa aku tidak ingin bersedih, bagaimana tidak siapnya perasaanku
Tapi kau datang kan?
Waktu itu dengan tersenyum, (tak tahu) bagaimana aku akan mengatakan “Hai, teman” dengan baik
Saat menyenandungkan lagu yang sama
Aku berharap ada di sisimu
Hari perpisahan yang tidak menyenangkan
Tapi aku senang bertemu denganmu
            Dengan refleks, Rin bertepuk tangan riuh menandakan rasa kagumnya yang luar biasa setelah mendengar Kai mengartikan lagu Goodbye Days dengan begitu hikmat.
“Keren”
Kai berbalik melihat Rin dan tersenyum. “Oyah..siapa namanya?”
“Hah? Siapa?” Rin berbalik ke kiri dan ke kanan dan kembali mengernyitkan dahinya.
“Anjingmu, siapa namanya?”
“Oh, ini”, ia melihat ke bawah dan dan mengelus bulu Popo dengan lembut. “Namanya Popo”
“Popo?”
“Iya, ini bukan anjingku, ini anjing kesayangan Nisa”
            Tiba-tiba ekspresi Kai berubah seketika ketika mendengar nama Nisa disebut. Bukan terkejut, ia hanya mulai tidak terbiasa dengan nama itu. Sejak menerima kado itu ia merasa tidak leluasa dengan gadis itu. Nisa sama sekali tidak salah, hanya saja ia merasa sedikit aneh dengan perlakuan special terlalu cepat dan tiba-tiba.
“Oyah, nama kamu siapa? Tadi siang aku hanya memperkenalkan namaku tapi sama sekali tidak menanyakan siapa namamu”, tanya Kai mengalihkan pembicaraan.
“Aku Rin”
“Rin..” Kai mengulangnya sambil tersenyum.
“Hey, nama kita sama, ada tiga huruf dan terdengar sangat simple
“Namamu seperti nama gadis Jepang..”
“Benarkah? Aku sama sekali tidak pernah memikirkan itu. Tapi nama lengkapku Arini Puspita. Rin hanya panggilan untuk lebih mempersingkat namaku”
“Nama yang bagus dan__ kau terlihat sangat lincah saat bermain gitar”
            Gitar? Tiba-tiba Rin mengingat isi kado yang tadi siang dikembalikan Kai, sebuah miniature gitar yang indah. Tapi kenapa ia mengembalikannya? Pertanyaan itu kembali membuat Rin penasaran dan ingin segera mencari tau alasannya. Yang dia tahu, Nisa sangat menyukai laki-laki yang sekarang ada di sampingnya. Apa gue nanya aja yah??? Iya, kayaknya gue mesti nanya nih…! Gak, itu privasi mereka berdua, bukan urusan gue..! Bener Rin, gak usah..
  “Oya, aku pulang duluan yah Rin, aku harus ke suatu tempat sekarang” Kai memutuskan pamit duluan.
“oh, iya, aku juga udah mau kok..”
Kai tersenyum kemudian berdiri dan menunduk, ”Aku pulang, sampai ketemu lagi”
“Iya…”, Rin buru-buru berdiri dan balas menunduk. Ia membiarkan Kai beranjak dari tempat itu, mengikutinya dengan memandang punggungnya hingga tenggelam dalam mobil berwarna hitam yang terparkir tidak jauh dari mobilnya.
*****
            Apa yang kulakukan tadi sore? Aku? Kamu? Sejak kapan aku menggunakan kata aku dan kamu pada orang lain? Rin mengoceh sendiri di atas ranjangnya sambil menyandarkan punggungnya di kepala ranjang tersebut dan memangku gitar kesayangannya. Jari-jarinya memetik senar gitar sambil melamun hingga menghasilkan nada yang tidak teratur.
          Tidak hanya Rin, Kai juga melamunkan hal yang sama. Kenapa ia bisa begitu kebetulan bertemu dengan gadis itu lagi? Gadis itu tidak secantik Nisa, tapi lebih manis dan nampak lucu dengan poninya. Yang pastinya ia sangat mengesankan, suaranya merdu hingga seperti menghipnotisnya untuk mendekat dan berbincang-bincang dengan gadis yang bernama Rin itu. Apa ia saudara Nisa? Adik kah? Kenapa tadi aku lupa menanyakannya? bisiknya dalam hati.

*TO BE CONTINUE*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

design by Nur Mustaqimah Copyright© All Rights Reserved coretankeciliemha.blogspot.com